12/09/2008

63*MENCARI MAKANAN HALAL

Assalammualaikum ww...

Ied Mubarak lagi. Selamat Idul Adha bagi yang menunaikannya.

Senangnya mereka yang meninggal ketika sedang berhaji atau yang sedang akan dan baru pulang dari haji.

Ada tidak yang bercita-cita ingin meninggal ketika sedang berhaji? Hehe...
Pertanyaan yang sulit dijawab.

Beberapa tahun yang lalu, tepatnya malam Paskah. Seorang kenalan minta ditemankan jalan-jalan meliat gereja-gereja mana yang membuat api unggun. Dapatnya diseebuah gereja di Ayios Andreas. Ketika kami tiba sekitar jam 12 tengah malam, apinya sudah mulai dibakar. Ternyata hehehe... apinya kebesaran.

Ngeri juga meliatnya, apalagi lidah apinya lebih tinggi dari gerejanya dan hampir menyambar mobil-mobil yang terparkir disekitarnya. Ketika saya tanya kepada kenalan tersebut, apakah anda percaya neraka? Jawabnya, iya. Lalu saya tanya lagi, kalau nanti anda mati kira-kira akan masuk neraka atau surga. Jawabnya neraka, Wah...

Wajahnya terlihat takut dan berfikir. Ternyata tidak rugi saya dijemputnya walaupun sempat menolak berkali-kali dengan alasan udaranya yang dingin dan mengantuk.

Orang-orang disini fanatik tapi tidak menjalankan kewajiban beribadah kepadaNya. Kuno kata mereka. Tapi mereka perduli sekali kepada sesama.

Contoh, ketika saya minta tolong diantarkan ke bengkel untuk menganbil kenderaaan saya, saya telfon seorang kenalan yang adalah seorang kepala Kepolisian disebuah pos kecil dia tidak menolak. Bahkan ada kepala bagian sebuah immigrasi yang sampai terliat basah sudut matanya karena tidak bisa memberikan saya izin untuk menyeberang ke negara sebelah untuk mencari makanan halal.
Beliau sempat menyebut sebuah nama jalan dimana banyak menjual makan halal. Saya tolak dengan alasan bosan dengan makanan Arab terus.

Kami berbincang-bincang lumayan lama seperti telah pernah kenal sebelumnya. Bahkan ada seorang kenalan saya yang berpangkat Kolonel, setiap kali berada disalah satu cafe favouritenya dan MINUM, tidak pun tertarik untuk menayakan dokumen para Immigran sekitar yang legal atau illegal. Cuek...
Bahkan ketika beliau bekerja dibagian Immigrasi, dulunya sering menolong Immigran yang minta menetap disini dengan mudah, sadar akan kelemahannya beliau minta pindah ke pos lainnya.

Saya berbicara dengan semua orang disini, miskin-kaya, cantik-tidak cantik, orang kota-orang kampung, termasuk dari afrika dan juga dengan anak-anak. Kadang-kadang para anak-anak bertepuk tangan ketika saya lewat. Pernah juga satu bis besar semuanya terdiri dari anak SMA laki-laki memberi tanda tangan keluar jendela agar terliat oleh saya. Huih.. GR!

Bukan karena saya cantik, No, I am not beautifull tapi karena kenderaan yang saya gunakan lumayan cute untuk mereka.

Pengalaman kecil, tetapi manis. Kadang-kadang ngeri juga dengan anak-anak tanggung seperti mereka. Bandelnya itu...

Kembali ke makan di negara bagian Utara. Terakhir kali saya kesana, beberapa waktu yang lalu ketika mencari info untuk jalan-jalan ke Istanbul dan tentunya mencari makanan yang telah matang maupun beku siap jadi. Bosan masak Lasangna dan Moussaka terus. Moussaka yaitu irisan kentang dan terong goreng disusun diatas pirex, lalu ditutup dengan Bechamel Sauce (campuran susu, butter dan terigu), kemudian dimasak didalam oven.

Secara tidak sengaja saya melihat Coat (pendek)murah meriah made in Turkey seharga setengah harga. Rugi rasanya kalau tidak diambil.
Akhirnya... karena belanjaan tersebut, sayapun dicegat oleh seorang petugas dan.... setelah itu saya dilarang kesana lagi. Hiks... sedih. Padalah makanan Turki termasuk makanan favourite saya dan ke Istanbul pun batal.



11/28/2008

72*INOVASI BERKOMUNIKASI

Akhirnya lahir juga kelas baru khusus buat mereka yang beda kelas. Di dalam agama yang saya anut, katanya berbagi ilmu itu ibadah, atau juga menyembunyikan ilmu sama dengan dosa.
Khusus bagi yang lapar ilmu atau sekalian yang ingin mencurinya atau juga ingin agar tertular silahkan saja dekat-dekat ke kelas baru tersebut.

Dijamin, engga ada tulisan sekelas ... atau foto-foto sekelas ... muncul tiba-tiba, kata anak-anak dibelahan bumi sana. Maaf dulu... mantan salah seorang pembantu kami yang sekolahnya hingga SMP wajahnya boleh juga tuh! Apalagi pancaran matanya yang bersih dan bening (hidup), menunjukkan cermin hatinya. Katanya, salah satu mata Demi Moore palsu (mati). Ada yang tau?

Baiknya, Asosiasi TKW RI juga memberi kesempatan dan wadah kepada masyarakatnya yang ingin menjadi figur di kelasnya masing-masing. Contoh, setiap tahun para TKW dari Filipina menyelenggarakan Miss-missan (bukan mimisan hehehe..) ala mereka di Luar Negeri. Beritanya muncul di koran setempat, taunya di tahun 1990-an di Malaysia dan 14 Feb 2008 di pulau ini. Para modelnya yaitu mereka-mereka yang bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga. Kalau Filipina bisa, kenapa Indonesia tidak?

Dengan membentuk komunitas masing-masing kita saling berkomunikasi: berbagi dan belajar, bukannya berperang. Terutama manners kita yang malu-maluin. Katanya sopan-santun kita mencerminkan bangsa kita. Semakin maju peradaban, maju pula mentalitas kita.
Lalu... belajar mengenal komunitas-komunitas lainnya. Inilah salah satu tujuan Allah Swt (Tuhan) menciptakan manusia.

Jadi ingat komentar seorang Imigran dari Bulgaria di dalam sebuah harian berbahasa Inggris di sini. Katanya kira-kira seperti ini, "This Island is a big Village...". Tentu saja.
Masyarakatnya mapan, keren, dan cantik-cantik, tapi mentalnya.... tidak ada bedanya dengan mereka-mereka yang datang dari dunia ke-3 seperti kita Indonesia. Sempit, dan merasa hanya kitalah yang ter-Best. Tentunya, tidak semuanya!

11/20/2008

63*TUMOR MULUT, MAKANPUN BERCAMPUR NANAH



Tumor ganas yang sudah bersemayam selama lima tahun dalam mulutnya, membuat perempuan miskin itu hanya bisa berbaring tak berdaya. Seluruh rongga mulutnya terasa sakit yang tak terperikan. Bahkan, tak jarang ketika ia makan, cairan nanah yang kerap keluar dari bagian mulutnya yang sakit itu, ikut tertelan bersama rongga pencernaannya. Begitulah Nek Sairah (50) warga Desa Meunasah Puntong, kecamatan Samudra, Aceh Utara menjalani sisa-sisa hidupnya dalam penderitaan panjang. Kemiskinan yang kerap membelit, telah menyebabkan ia tak mampu lagi mengobati penyakitnya yang semakin mengganas itu.

..........................

Setelah pulang dari Banda Aceh, ia pun seperti trauma untuk berobat, karena semakin banyak ia mengeluarkan biaya namun hasilnya tetap nihil, kendati demikian ia tidak putus asa dan tetap chek up penyakitnya ke RSUCM , sehinga ia pun dirujuk lagi ke rumah sakit ternama di Medan Sumatera Utara.

Dalam rawatan disana penyakit buka sembuh, tapi salah satu panca indranya (mata kirinya) pecah pada saat di kemotherapy ...

http://www.serambinews.com/old/index.php?aksi=bacaberita&beritaid=58965&rubrik=1&kategori=7&topik=15

11/18/2008

62* Cut Nyak Dhien 1848 – 1908

Tjoet Njak Dien (Cut Nyak Dhien)1848 – 1908

Tjoet Njak Dien as a prisoner


Tjoet Njak Dien did not die in her own land or amongst her own people. She died as "Ibu Perbu," which means "The Queen", a name given to her by the local people in Sumedang, West Java. The local people never knew that this gracious and religious prisoner, bought to them by Dutch Soldiers on December 11th 1906, was, in fact, the famous Jihad Heroine of Acheh Province. Dien had fought the Dutch from the jungle for 25 years.


We know from other modern studies, such as "The Rope of God" by Siegel (1969), how strong the spirit of Jihad is amongst the Achehnese. However, what that book does not reveal, is how the women are ready to join and lead in Jihad also. These are other heroine’s names that we are familiar with and our apologies for any others who have not been mentioned.
Tjoet Meutiah
Tjoet Gambang (Kambang)
Keumala Malahajati


(Keumala was an Achehnese admiral who Achehnese fleet to fight the Portuguese in Malacca).
Dien, who was active in writing and delivering speeches on the beauty of Jihad, was born in 1848 into Achehnese nobility. Her father, Teuku Nanta Setia was an Uleebalang (commander, or literally, Sultan’s military officer) of VI Mukim of the Sagi XXV Military District. Nanta Setia’s ancestor was Panglima Nanta (Chief Commander), a descendant from Sultanah Tajjul Alam, an Achehnese ambassador (also a woman) for Pagaruyung Sultanate in West Sumatra. Dien’s mother was also from an Uleebalang family, the Uleebalang of Lampagar.


Having married young (in 1862), to Teuku Ibrahim Lamnga, a son of Uleebalang of Lam Nga XIII, Dien soon realised, as the daughter and the wife of commanders of Army divisions, that she would have to farewell them when war broke out against the Dutch.


Her two most beloved left her on March 22nd 1873, to fight Jihad and succeeded expelling the Dutch from Acheh. Even the Achehnese army succeeded in killing the Dutch Army commander, General Kohler, in the battle to defend Kutaraja, the Achehnese capital. She was happy to see them both back safe.


On December 11th 1873, the Dutch invaded Acheh again, lead by General Van Switten. They had returned with a vengeance and 7,000 well-equipped infantrymen who managed to break the Achehnese line, on December 22nd 1873. Dien was parted from her husband and father for a longer period, this time.


This second invasion was better prepared and better planned than the first invasion. The Dutch advanced carefully and in an orderly manner, until succeeding in capturing the capital. The Sultan was forced to leave the capital and began the guerilla war against the Dutch. Dien, this time, followed her father and her husband into the jungle. She sacrificed everything, her jewelry, her comfortable life and her health.


Tragically, during the guerilla war, Nanta Setia, (her father) and Ibrahim Lamnga (her husband), were attacked heavily, surrounded and after fierce fighting, both were killed. This battle is known as the "Battle of Sela Glee Tarun." Most of the troops were killed also and it was thought to be due to a betrayal by Habib Abdurrahman



Participating directly, as she was, in Jihad, Tjoet Nyak Dien took over both her late husband’s and father’s army commands and led them in guerilla warfare from the jungle. She re-built these units and led them successfully. A far cry, from living like a princess, in VI Mukim. This is significant in the history of Muslimahs and which led to her eventual recognition as a National Heroine of Indonesia and indeed the entire Ummah.

While leading these guerilla army units, she met another army commander from Meulaboh, West Acheh, by the name of Teuku Umar, who was one of Dien’s relatives. He was fascinated with her refusal to mourn her husband and father, because she said she should be happy that her two most beloved had reached the most noble status and died as a Shaheed in Jihad.
They soon married and together led the two armies into a series of successful assault missions. Dien had one daughter with him whose name was Tjoet Gambang. Tjoet Gambang was to follow her Mother’s example. Some years later, after the destruction of Dien’s army, Tjoet Gambang married Teungku Di Buket, son of the most famous Ulama and guerilla leader, Teungku Cik Di Tiro. It is commonly thought that Tjoet Gambang died a martyr in 1910, two years after her Mother’s death in exile.


Around 1875 Teuku Umar (her husband) made a strategic move, seen as a betrayal by those unaware at the time. Both of them came out of the jungle and surrendered to the Dutch.
Their clever ploy was to lie to the Dutch, so when they came out of the jungle they said. Quote: "they realized they had done wrong so they wanted to re-pay the Dutch by helping them destroy the Achehnese resistance." Un-quote.


The Dutch were very pleased that such dangerous enemies were willing to help them. In gratitude, they decorated her husband with a Medal of Honor and called him "Teuku Johan Pahlawan", which means the greatest hero. They also made her husband commander in chief of a Dutch army unit with full authority.


They kept their plan a secret, even though they were continuously accused of being traitors by their own people. Their intention was to study Dutch strategy ,while slowly replacing as many as they could of the Dutchmen in the unit with Achehnese men. These Achehnese men were from their guerilla army units. When the numbers of Achehnese in this army were sufficient, Dien’s husband proposed a false plan to the Dutch, claiming that he wanted to attack an Achehnese base.
Dien and her husband left with all of the troops and the Dutch heavy equipment, weapons and ammunition, never to return.


This raised the ire of the Dutch and huge operations were launched to capture both Dien and her husband Umar. The guerilla army, however, were now armed with the best equipment stolen from the Dutch and returned its identity to the strategic guerilla army. They began to heavily attack the Dutch while General Van Switten was replaced, humiliated and disgraced. His replacement, General Pel, was quickly killed and the Dutch army was in chaos for the first time.
Dien and Umar applied repeated pressure on occupied Banda Acheh (Kutaraja) and Meulaboh (her husband’s former base) and the Dutch had to continuously replace its Generals. The mighty guerilla army that was created, trained and led by this formidable pair, was successful.
A gruesome history was to follow, however, when General Van Der Heyden was installed and never to be forgotten by the Achehnese.


Brutal and bloody massacres of men, women and children in innocent villages took place, when the inhumane General Van Der Heyden engaged the "De Marsose" units. They were so savage that they were almost impossible to defeat. Most of the troops of "De Marsose" were Christian Ambonese. They destroyed everything in their path, including property and villages, as well as the people. These units caused even the Dutch soldiers to feel sympathy for the Achehnese, and eventually, Van Der Heyden dissolved the "De Marsose" units. These events may, however have paved the way for the following General’s success, as many people who were not involved in Jihad had lost their lives or their loved ones lives, their property or indeed all of their loved ones and property. Fear and grief may have then weakened the remaining broader population.
General van Heutz exploited that fear and began to bribe local Achehnese to spy on the rebel army and act as informants. It wasn’t long before the Dutch soldiers found Dien’s husband and he was killed on Umar’s attack mission to Meulaboh on February 11th 1899. It was known as a betrayal by the informant named Teuku Leubeh.


When Tjoet Gamgang (her daughter) heard of her father’s death she began to cry and was slapped by her Mother (Dien) who then hugged her and Dien is quoted as having said:


Quote: As Achehnese women, we must not shed tears for anyone who becomes a Shaheed" Unquote. (A Shaheed is one who dies in Jihad)

Tjoet Njak Dien’s husband, Teuku Umar’s death, left Dien alone again to lead the rebel army. Weakened then by advancing age, Dien, with her army, retreated further into the jungle. Trying not to mourn over her late husband, Dien continued to lead this rebel army, assisted by her army officers, such as Pang Laot Ali and Pang Karim. This army fought until its final destruction in 1901 and it consisted of men and women. Pang Laot Ali who felt sorry for Dien’s condition, hoped that the Dutch might give medical treatment for her. He deserted to the Dutch and bought the Dutch army into Dien’s camp in Beutong Le Sageu. They were completely caught by surprise and fought to the last man and woman except for Gambang and Dien. Pang Karim was said to be the last man to defend Dien with his sword until his death. Only due to her blindness was Dien captured and even then she held a rencong (a traditional Achehnese dagger) in her hand trying to fight the enemy. Her daughter Gambang, however escaped deep into the jungle, where it is known that she continued the resistance in the spirit of Jihad as her Mother and

Father had done. There is little information to be found about Tjoet Gambang. Our humble apologies for being unable to provide more information than this at this time.
Exiled by the Dutch, Dien’s arrival in Sumedang in her worn out clothes and accompanied by other Achehnese political prisoners, naturally drew the attention of the Regent Suriaatmaja as a faithful Muslimah. The male prisoners demonstrated obvious respect to this small, old lady, but the Dutch soldiers were forbidden to reveal the identities of the captives.


Due to their obvious deep religious nature, especially Tjoet Njak Dien, they were placed with the local Ulama, named Ilyas. Ulama Ilyas quickly realised that his guest, who could not speak their language nor them hers, was indeed a scholar in Islam and became known as "Ibu Perbu"(The Queen). Her sound Islamic knowledge and her ability to recite Al-Quran beautifully earned her the invitation to instruct on Islam.

"Ibu Perbu "or Tjoet Njak Dien taught Al-Quran in Sumedang, West Java, until her death on November 8th 1908. She was buried as "Ibu Perbu" in the cemetary of Sumedang’s nobility in Gunung Puyuh, in the outskirts of Sumedang.


By 1960, those Sumedang locals who could have recollected who "Ibu Perbu"was, had passed away. However, information came from the Dutch Government based on official letters in "Nederland Indische", written by Kolonial Verslag, that Tjoet Njak Dien, rebel leader from Acheh Province, had been placed in exile in Sumedang, West Java. There had only ever been one Achehnese female political prisoner sent to Sumedang. It was realized then, that"Ibu Perbu"was in fact Tjoet Njak Dien, "The Queen of Jihad" and was then recognized by President Sukarno as a National Heroine.
A small Achehnese Mosque (meunasah) was built near the cemetery in her memory.


http://www.asnlf.net/asnlf_int/acheh/history/tjutnyakdhien/tjoet_njak_dien.htm

11/13/2008

60* Buku Tasawuf Aceh Diluncurkan

Acehlong.Com
Buku Tasawuf Aceh Diluncurkan

Rab, 10.09.2008, 12:13am (GMT7)

BUKU tasawuf Aceh karya Sehat Ihsan Shadiqin diluncurkan, Minggu (7/9) di Darussalam Banda Aceh. Peluncuran berlangsung sederhana dihadiri penulis dan jajaran redaksi penerbit.


Kami sangat bangga dapat menerbitkan karya pemuda Aceh, bagi kami buku ini dapat menambah khazanah keilmuan sufisme di Aceh," kata Manager Operasional Bandar Publishing,
Lukman Emha yang dihubungi Waspada di Lhokseumawe.

Didampingi Direktur Eksekutif Mukhlisuddin Ilyas, Lukman menambahkan, buku Tasawuf Aceh memuat beragam perspektif sufisme di Aceh yang penting dibaca bagi peminat sufisme dan nusantara. Buku yang diberi kata pengantar Prof. Ahmad Daudy setebal 200 halaman ini, menggambarkan realitas sejarah sufisme di Aceh secara komprehensif.

Buku itu diawali prolog penulis tentang Jejak Tasawuf di Aceh. Lalu bahasan perkembangan awal Islam di Aceh, peran sufi dalam Islamisasi di Nusantara, pemikiran-pemikiran Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani, Nuruddin ar-Raniry, Abdurrauf as-Singkili, pembahasan terakhir ditutup dengan mistisisme Modern di Aceh; Dari Tasawuf ke Tarekat.


Secara keseluruhan, buku itu menggambarkan tentang realitas ulama, pemikiran keagamaan dan kehidupan sosioreligius orang Aceh masa lalu jauh dari syariat. Dengan kajian kritis historis dari berbagai literatur yang ada, penulis mencoba memberi gambaran kehidupan beragama dan polemik pemikiran keagamaan dalam sejarah Aceh.

Prof. Dr. Ahmad Daudy, MA yang menulis pengantar berjudul, ‘tidak ada sufi di Aceh’ dalam buku yang terdiri dari tujuh judul ini mengungkapkan, Tasawuf Aceh kontemporer jauh berubah dari tasawuf di dalam sejarah, karena dari sisi sosiologis, manusia adalah produk lingkungan, sehingga dia akan selalu berubah seiring perubahan lingkungan.

Sementara Prof. Yusny Saby dalam tanggapannya menyebutkan, telah ada beberapa kajian mengenai tasawuf Nusantara sebelumnya, termasuk A.H. Johns, S.M.N Alattas, Abdul Hadi WM dan lainnya. Khusus tasawuf di Aceh belum banyak yang mengkajinya secara utuh.


"Saya melihat karya Sehat Ihsan Shadiqin dapat menjadi pencerahan secara menyeluruh. Karya ini akan menjadi bacaan bermanfaat bagi pengamat masalah sosial keagamaan, khususnya sufisme di Aceh," Puji Prof Yusni dalam buku itu.

Buku ini menjawab pertanyaan-pertanyaan; Islamikah masyarakat Aceh? Apakah ada syariat Islam dalam sejarah Aceh? Sepentas bisa dijawab tidak. Tidak ada syariat Islam dalam sejarah keislaman Aceh, apalagi qanun syariat. Kalau hari ini sebagai orang Aceh bangga dengan penerapan syariat Islam, maka itu adalah kebanggaan yang tidak ada dasarnya dalam sejarah.


waspada

http://acehlong.com/index.php?mod=article&cat=Religion%20News&article=1218&page_order=1&act=print

9/29/2008

59*SALAM IED FITR 1429 H.

Nasi Briyani dari Kedubes Pakistan - berantakan but the best.


Assalammualaikum Warahmatullahi wabarakaatuh...


Tidak terasa Ramadhan 1429 H berakhir sudah. Seluruh warga Muslim dibagian selatan pulau ini akan melaksanakan shalat Ied esok Selasa 30 September 2008.


Ied Mubarak...


Saya sempat kecewa ketika tadi ke Masjid sepulang dari kursus tambahan di sebuah Institute disini mendapatkan Mesjid dalam keadaan agak sepi, dan ternyata Shalat Tarawih ditiadakan dikarenakan Ramadhan telah pergi...


Malam kemarin, sepertinya malam yang terindah di bulan Ramadhan ini ketika kami bertahan menetap di Mesjid mulai dari Iftar atau buka puasa bersama, lagi-lagi ada Kedubes-Kedubes asing seperti Iran, Libya dll, yang mengundang seperti tahun-tahun yang lalu, hingga Shalat Tarawih usai.


Seorang penceramah, sempat mengkritik kami-kami yang datang ke Mesjid hanya karena ada undangan Iftar. Maksud undangan-undangan Iftar tersebut tidak lain adalah untuk meramaikan "Rumah Allah". Kami seperti ditodong, tidak berkutik.


Sedangkan shalatnya dipimpin oleh 2 Imam secara bergantian. Tiba giliran Imam dari Senegal lulusan Al Azhar, Cairo yang masih berusia sekitar awal 30 tahun memimpin shalat, kami sempat terharu dengan ketulusannya dalam beriman kepada-Nya. Beberapakali beliau membaca ayat-ayat suci Al Qur'an sambil terpotong-potong terisak. Lafadznya cepat dan berirama, indah terdengar bagi mereka yang mencintai ayat-ayat Al Qur'an...

Inilah keuntungannya kalau kita mengerti bahasa Arab, seluruh doa yang kita baca langsung meresap kedalam hati jika kita melakukannya dengan iklas hanya semata-mata karena rasa "Cinta kepada Ilahi".


Setelah shalat penutup, Imam yang lain melanjutkan dengan membaca doa yang kami aminkan bersama. Ketika doa-doa beliau mulai semakin dalam dan menjiwai, kami kaum Hawapun tidak mampu membendung airmata kami, beberapa dari kami mulai terdengar menarik nafas dari hidung-hidung yang berair.

Sedihnya... ketika tadi saya datang karena ingin merasakan ibadah seperti malam sebelumnya, tetapi.... sudah tidak ada lagi...

Tiba-tiba saya merasa sepi...


Ah... begitu cepatnya engkau pergi wahai Ramadhan...


Malam kemarin, saya sempat ditegur oleh seorang Jamaah karena bertayamum dengan menggunakan serbet tissue. Beliau mengatakan haram karena serbet tersebut tidak ada debu. Pun saya dibenarkan bertayamum hanya dengan menggunakan sedikit air yang digunakan untuk mengelap kedua tangan, wajah dan menjentikkan sedikit ke atas kaki yang berkaus kaki. Atau juga bertayamum dari karpet tempat kami beribadah dan juga dinding. Caranya ialah sama seperti diatas, sedangkan saya melakukakannya seperti berwudhuk biasa, membersihkan (mengelap) tangan, wajah, lengan, kepala, telinga dan kaki tanpa kaus kaki.


Sepertinya ajaran beliau bermahzab lain dan tentunya tidak bisa saya ikuti dengan alasan saya punya mahzab sendiri.


Selain itu, beliau memprotes pakain jeans yang saya kenakan ketika shalat yang menyerupai pakain laki-laki yang diharamkan, sekalipun atasannya lumayan panjang hampir mendekati lutut.


Ada beberapa muallaf dari Filipina dan Romania di Mesjid tersebut. Kalau membandingkan cara berpakaian mereka yang serba tertutup rapat hingga sehelai rambutpun tidak terlihat, ah...

Begitupun dengan pakaian mereka yang panjang dan longgar... jadi malu sendiri. Padahal mereka masih baru menekuni Islam, bagaimana dengan kita yang terlahir Islam tetapi tidakpun tertarik untuk menekuni Islam...?


Allaahu Akbar Allaahu Akbar Allaahu Akbar...

Laailaahaillallaah wallaahu Akbar,

Allaahu Akbar walillaahillhamd...


Kepada Seluruh Umat Islam dimanapun berada...

Selamat Menyambut Hari Lebaran, 1 Syawal 1429 H

Minal Aidin wal Faidzin, Mohom Maaf Lahir dan Bathin...


Sedangkan kepada seluruh Non Muslim, Selamat Berlibur...


Adapun, blog ini dibuka bukan untuk menebarkan bibit-bibit penyakit seperti iri dan dengki, permusuhan, fitnah dan lain-lainnya kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan (Allah SWT).

Justru dari tulisan-tulisan copy-an hasil karya orang lain dan tulisan sendiripun saya jadikan acuan atau masukan untuk belajar dan melarat diri sendiri agar menjadi fitri dan sempurna, setidak-tidaknya, sebagaimana yang diharuskan di dalam Islam (ajaran Damai).


Wassalam...

N



9/18/2008

58*CINTA ILAHI DALAM TASAWUF FARIDUDDIN ATTAR

Cinta Ilahi dalam Tasawuf Fariduddin Attar



Monday, 28 January 2008

CINTA ILAHI DALAM TASAWUFMENURUT FARIDUDDIN `ATTAR DALAM “MANTIQ AL-TAYR”
Dr Abdul Hadi W. M.


Tasawuf ialah bentuk kebajikan spiritual dalam Islam yang dikemas dengan filsafat, pemikiran, ilmu pengetahuan dan disiplin kerohanian tertentu berdasarkan syariat Islam. Jalan-jalan kerohanian dalam ilmu tasawuf dikembangkan dengan tujuan membawa seorang sufi menuju pencerahan batin atau persatuan rahasia dengan Yang Satu. Di sini jelas bahwa landasan tasawuf ialah tauhid. Menurut keyakinan para sufi, apabila kalbu seseorang telah tercerahkan dan penglihatan batinnya terang terhadap yang hakiki, maka ia berpeluang mendapat persatuan rahasia (fana’) dengan Yang Hakiki. Apabila demikian maka dia akan dapat merasakan pengalaman paling indah, yaitu hidupnya kembali jiwa dalam suasana baqa` (kekal). Ia lantas tahu cara-cara membebaskan diri dari kesementaraan alam zawahir (fenomenal) yang melingkungi hidupnya, serta merasakan kedamaian yang langgeng sifatnya.
Ikhtiar untuk mencapai keadaan rohani (ahwal, kata jamak dari hal) semacam itu dimulai dengan mujahadah, yaitu perjuangan batin melawan kecendrungan nafsu rendah yang dapat membawa kepada pengingkaran terhadap Yang Haqq. Ujung perjalanan melalui mujahadah disebut musyahadah, yaitu penyaksian secara batin bahwa Tuhan benar-benar satu, tiada kesyakan lagi terhadap-Nya. Jadi yang terbit dari keadaan musyahadah ialah haqq al-yaqin. Jiwa yang menerima keadaan rohani semacam itu disebut faqir, yaitu kesadaran tidak memiliki apa pun selain cinta kepada-Nya dan karenanya bebas dari kungkungan selain Dia.
Ini tidak berarti seorang faqir tidak mempunyai perhatian kepada yang selain Dia, yakni alam sekitarnya, dunia dan sesamanya, tetapi semua itu dilihat dengan mata hati yang terpaut kepada Dia semata. Dengan demikian seseorang tidak hanya terkungkung oleh bentuk-bentuk dan penampakan zahir kehidupan, tanpa melihat hakekat dan hikmah yang dikandung dalam semua peristiwa dan kejadian.
Dalam Mantiq al-Tayr karangan Fariduddin `Attar digambarkan secara simbolik bahwa jalan kerohanian dalam ilmu Tasawuf ditempuh melalui tujuh lembah (wadi), yaitu: lembah pencarian (talab), cinta (`isyq), makrifat (ma`rifah), kepuasan hati (istighna), keesaan (tawhid), ketakjuban (hayrat), kefakiran (faqr) dan hapus (fana`). Namun `Attar menganggap bahwa secara keseluruhan jalan tasawuf itu sebenarnya merupakan jalan cinta, dan keadaan-keadaan rohani yang jumlahnya tujuh itu tidak lain adalah keadaan-keadaan yang bertalian dengan cinta. Misalnya ketika seseorang memasuki lembah pencarian. Cintalah sebenarnya yang mendorong seseorang melakukan pencarian. Adapun kepuasan hati, perasaan atau keyakinan akan keesaan Tuhan, serta ketakjuban dan persatuan mistik merupakan tahapan keadaan berikutnya yang dicapai dalam jalan cinta.
Banyak orang berpendapat bahwa para sufi mengingkari pentingnya akal dan pikiran dalam menjawab soal-soal kehidupan. Pernyataan ini tidak benar sama sekali. Syah Nikmatullah Wali dalam menerangkan bahwa akal dan cinta merupakan dua sayap dari burung yang sama, yaitu jiwa. Katanya:
Akal dipakai untuk memahamiKeadaan manusia selaku hamba-NyaCinta untuk mencapai kesaksianBahwa Tuhan itu Satu
Pengakuan akan keesaan hanya diperuntukkan bagi Allah s. w. t. Sedangkan makrifat diperuntukkan orang yang telah mencapai hakekat. Cinta adalah penghubung atau pengikat antara kita dengan-Nya. Jadi cinta ialah pengikat, penghubung, laluan, tangga naik menuju Tauhid. Di mana saja Cinta menjelaskan bahwa tujuan hanya satu, yaitu kemutlakan dan kebenaran Yang Haqq. Cinta di sini dapat dipandang sebagai metode.
Sebagai bentuk spiritualitas Islam, Tasawuf pada mulanya muncul sebagai gerakan zuhud, yaitu sikap mengingkari gejala kemewahan dan materialisme yang berlebihan dengan memperbanyak ibadah. Gejala materialisme dan kecendrungan akan kemewahan melanda masyarakat kelas atas dan menengah Muslim pada masa pemerintahan Bani Umayyah. Sebagai gerakan zuhud Tasawuf menekankan kepada sikap tawadduk dan tawakkal. Pada akhir abad ke-8 M gerakan ini mengubah diri menjadi Jalan Cinta, yang dipelopori oleh Rabi`ah al-Adawiyah, Dhun Nun al-Misri, Harits al-Muhasibi dan lain-lain. Istilah yang digunakan untuk cinta ialah mahabbah dan penggunaan istilah ini didasarkan pada ayat al-Qur`an 5:57, “yuhibbukum wa yuhibunakum” (Dia mencintai mereka dan/sebagaimana mereka mencintai-Nya.
Pada akhir abad ke-9 dan 10 M, dengan munculnya tokoh terkemuka seperti Hasan al-Nuri, Bayazid al-Bisthami dan Mansur al-Hallaj, untuk cinta dipergunakan istilah yang lebih dalam pengertiannya, yaitu `isyq, yang berarti cinta berahi. Kata-kata ini diambil dari Hadis “`asyiqani wa asyiqtuhu” yang menurut Ibn Sina menjelaskan bahwa puncak dari cinta sejati ialah persatuan mistikal (rahasia) dengan Dia yang dicintai.
Bersamaan dengan itu, terutama dengan munculnya al-Hallaj. semakin disadari bahwa pengalaman cinta ternyata tidak hanya merupakan keadaan jiwa atau rohani yang diliputi oleh sejenis perasaan, seperti kegairahan dan kemabukan mistikal (wajd dan sukr). Dalam pengalaman cinta yang bersifat transendental seseorang juga belajar mengenal dan mengetahui lebih mendalam yang dicintai, dan dengan demikian cinta juga mengandung unsur kognitif. Bentuk pengetahuan yang dihasilkan oleh cinta ialah makrifat dan kasyf, tersingkapnya penglihatan batin. Di sini seorang ahli Tasawuf telah mencapai hakekat dan melihat bahwa hakekat yang tersembunyi di dalam segala sesuatu sebenarnya satu, yaitu wujud dari Pengetahuan, Keindahan dan Cinta-Nya.
Walaupun istilah `isyq tidak terdapat dalam al-Qur`an, namun para sufi memandang perkataan itu tidak bertentangan artinya dengan mahabbah. Menurut Rumi, `isyq ialah mahabbah dalam peringkat yang lebih tinggi dan membakar kerinduan seseorang sehingga bersedia menempuh perjalanan jauh menemui Kekasihnya. Dalam bahasa Melayu istilah `isyq untuk pertama kalinya digunakan oleh Hamzah Fansuri dalam sajak-sajak sufistik dan risalah tasawufnya Syarab al-`Asyiqin. (Minuman Orang Berahi). Minuman orang berahi itu ialah anggur atau serbat Tauhid, dan pembawa piala anggurnya ialah Dia.
Banyak ayat al-Qur`an yang menekankan keutamaan cinta. Misalnya Q 19:97 di mana Allah berfirman bahwa Dia akan mengaruniakan cinta kepada orang beriman yang berbuat kebajikan. Selain mengandung dimensi religius, ayat ini mengandung dimensi moral/sosial.
Sebelum menguraikan penjelasan `Attar dalam Mantiq al-Tayr, sebuah alegori sufi yang masyhur, saya akan mengantarkannya dengan membahas pengertian cinta yang diterima secara umum di kalangan ahli tasawuf. Ada dua katagori cinta yang dibahas para sufi, khususnya oleh kalangan wujudiyah, yaitu: (1) Cinta Ilahi itu sendiri, dan (2) Cinta mistikal atau kesufian. Cinta mistikal mengandung jalan menuju persatuan mistikal dan makrifat, dan ia merupakan bentuk pengalaman religius yang tinggi dengan beberapa keadaan rohani yang menyertainya.
Cinta ilahi yang dimaksud para sufi ialah Wujud-Nya ketika turun dari alam Dzat-Nya yang tak dikenal, yaitu alam hahut, menuju alam ketuhanan (alam lahut) di mana Dia mulai memunculkan Diri sebagai Khaliq atau Pencipta, dan selanjutnya dikenal sebagai Rabb al-`Alamin, Penguasa sekalian alam. Para sufi merujukkan konsep mereka tentang Tuhan sebagai wujud tunggal, yaitu Sifat-sifat-Nya dan Pengetahuan-Nya yang meliputi alam semesta, kepada beberapa ayat al-Qur`an dan Hadis qudsi.
Hadis qudsi yang dijadikan rujukan ialah, “Kuntu kanzan makhfiyyan ahbabtu an u`rafa...” (Aku ialah Harta Tersembunyi, Aku cinta supaya dikenal...). Para sufi memandang Harta Tersembunyi (kanz makhfiyy) sebagai lautan ilmu-Nya yang tak terhingga luasnya. Di sini dikatakan Tuhan mencipta alam semesta dan makhluq-makhluq yang lain didorong oleh cinta-Nya kepada pengetahuan-Nya yang tersembunyi dan bentuk cinta yang mendorong itu berupa kehendak agar ilmu-Nya dikenal. Dengan demikian Cinta merupakan prinsip penciptaan dan sekaligus penampakan Wujud Tuhan yang asali. yang termanifestasikan dalam rahmat-Nya. Rahmat Tuhan terdiri dari dua, rahmah dzatiyyah atau essensial, yaitu rahman, dan rahmah wujub atau wajib, disebut rahim. Jadi cinta ilahi yang dimaksud para sufi termaktub dalam kalimah Basmallah.
Cinta Tuhan yang pertama disebut rahmat esensial oleh sebab dilimpahkan kepada semua makhluq-Nya dan seluruh umat manusia tanpa mengenal ras, bangsa, kaum dan agama. Sedang rahmat wajib, yaitu kasih atau rahim-Nya, hanya dilimpahkan pada orang-orang tertentu yang dipilih-Nya, yaitu mereka yang tawakkal, beriman dan berbuat kebajikan di muka bumi
Ayat al-Qur`an yang melukiskan tentang penciptaan awal, yaitu “Kun fayakun!” (Jadilah! Maka menjadi!) dijelaskan melalui Hadis di atas. Kehendak Tuhan untuk menjadikan atau menciptakan alam semesta dengan segala isinya didorong oleh cinta kepada kanz makhfiyy-Nya, yaitu hikmah atau ilmu-Nya yang tak terhingga dan belum dikenal. Karena itu dalam metafisika sufi Tuhan sebagai Khaliq disebut juga Wujud, Ilmu (dan karena mempunyai `Ilmu maka Dia Maha Mengetahui atau `Alim). Sebutan lain ialah Syuhud (Kesaksian) dan karena mempunyai kesaksian terhadap Wujud dan Ilmu-Nya, maka Dia Maha Melihat. Dengan Ilmu-Nya penciptaan muncul dari alam ketiadaan dan kegelapan, dan diterangi. Karena itu Tuhan disebut sebagai Cahaya (Nur) di atas cahaya, sebagaimana .disebut dalam Surah al-Nur.
Dengan demikian Cinta ilahi ialah wujud-Nya, dan Wujud-Nya ialah Sifat-sifat-Nya yang diringkas dalam al-rahman dan al-rahim, juga Pengetahuan-Nya dan Nur-Nya, yang meliputi alam semesta. Cinta ilahi juga merupakan rahasia penciptaan (sirr al-khalq) atau sebab penciptaan (illah al-khalq). Ayat lain yang dijadikan rujukan ialah al-Qur`an 65:12, yang maksudnya, “Allah lah yang mencipta tujuh langit dan bumi. Perintah Allah berlaku kepada mereka agar kamu mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.”
Mengenai cinta pada manusia ada dua macam, yaitu cinta mistikal/rohani dan cinta alami/kodrati. Cinta mistikal tertuju kepada Tuhan, cinta kodrati tertuju kepada sesama manusia dan lingkungan sekitar. Cinta jenis kedua ini dapat dijadikan tangga naik menuju cinta mistikal, dan sebaliknya cinta mistikal dapat mengubah bentuk-bentuk cinta yang kedua menjadi lebih tinggi. Pelaksanaan cinta kedua ini dirumuskan oleh al-Qur`an dengan istilah amar makruf nahi mungkar atau solidarits sosial yang bertujuan membentuk lingkungan masyarakat yang diridhai Tuhan, berkeadilan, beradab dan berperikemanusiaan.
Cinta mistikal merupakan kecendrungan yang tumbuh dalam jiwa manusia terhadap sesuatu yang lebih tinggi dan lebih sempurna dari dirinya, baik keindahan, kebenaran maupun kebaikan yang dikandungnya. Ada beberapa ayat al-Qur`an yang dijadikan rujukan terhadap cinta semacam ini. Pertama ayat yang mengemukakan tentang wajibnya manusia mencintai Tuhan supaya manusia mengenal kedudukannya sebagai khalifah-Nya di muka bumi dan sekaligus sebagai hamba-Nya, atau supaya manusia mengenal dirinya yang hakiki sebagai mahluk spiritual dan asal-usul kerohaniannya, serta kewajiban-kewajibannya dalam memenuhi cintanya tersebut. Memenuhi kewajibannya dalam cinta berarti melakukan perjalanan naik atau transendensi, menembus yang formal menuju yang hakiki.
Para sufi menyebut perjalanan mendaki dari bentuk formal atau syariat kepada yang hakiki atau makrifat sebagai taraqqi. Istilah ini ada kaitannya dengan sebutan tariqat. Perjalanan mendaki tersebut oleh Rumi disebut sebagai ‘perjalanan dari diri ke diri’, yakni dari diri dalam kedudukan rendah menuju diri dalam kedudukan mulia/tinggi. Dalam sastra fusi perjalanan tersebut sering digambarkan secara simbolik sebagai penerbangan burung (jiwa) ke puncak gunung, atau perjalanan ke puncak bukit yang tinggi seperti dialami Nabi Musa a. s. di Thursina, atau penyelaman ke lubuk lautan (wujud) untuk mencari air hayat (makrifat) sebagaimana dilakukan Iskandar Zulkarnaen atau Bima dalam cerita Dewa Ruci, atau pelayaran kapal menuju bandar Tauhid. Perjalanan ke puncak bukit tertinggi kadang-kadang dilukiskan sebagai perjalanan mencari Kekasih, sebagaimana tampak dalam syair-syair Hamzah Fansuri.
Ayat al-Qur’an yang dirujuk dalam melukiskan perlunya jalan cinta dalam tasawuf antara lain ialah, “Aku mencipta jin dan manusia tiada lain supaya mereka mengabdi/beribadah kepada-Ku” (Q 51:56) Di dalam ayat ini tersirat pengertian bahwa dalam jalan cinta terdapat pengabdian kepada Yang Dicintai. Selain itu para sufi juga menghubungkan pencapaian di jalan cinta dan peroleh pengetahuan yang mendalam tentang Yang Hakiki. Ibnu Abbas misalnya menafsir perkataan “supaya beribadah kepada-Ku” dalam ayat di atas sebagai “supaya mencapai pengetahuan-Ku (melalui jalan cinta)”
Jenis cinta mistikal yang lain ialah berupa cinta yang terbit dari kerinduan manusia kampung halamannya yang sejati yang didiaminya pada Hari Alastu dulu, yakni sebelum dia diturunkan ke dunia dan masih berupa roh yang bersujud di hadapan Tuhan. Pada hari itu manusia masih dekat dan bersatu dengan Tuhannya, dan berikrar tidak mengakui Rabb yang lain kecuali Kekasihnya Yang Haqq, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur`an 7: “Alastu bi rabbikum? Qawlu bala syahidna!” (Bukankah Aku ini Tuhanmu? Ya, aku bersaksi!”) Perkataan Alastu diambil dari perkataan pertama dalam kalimah pengakuan tersebut. Ia disebut juga sebagai Hari Mitaq atau Hari Perjanjian, dan merupakan pengalaman asali manusia paling indah karena masih bersatu dengan-Nya, belum terbuang dan berpisah dari-Nya.
Sesudah manusia diturunkan ke dunia, rohnya disatukan dengan tubuhnya, gema suara yang didengarnya di Hari Alastu itu terekam di lubuk kesadaran atau kalbu manusia. Gema itu dapat didengar kembali pada saat manusia mengalami krisis batin yang hebat, yang menyebabkan kerinduannya kepada Yang Satu timbul kembali..Di antara krisis batin hebat itu ialah apabila manusia menyadari bahwa ia sebatang kara di dunia, merasa sunyi sebagai anak dagang yang berada di perantauan yang jauh, merasa terbuang dan terasing. Kerinduan manusia kepada kampung halamannya di Hari Alastu itu, menurut Rumi, dapat melahirkan seni musik dan puisi bermutu tinggi. Kerinduan mempunyai wajah ganda, riang dan sedih, atau campuran antara keduanya, dan ini merupakan asas semua seni. Seni yang lahir dari keadaan rohani semacam itu dapat dijadikan sarana transendensi. Hal ini digambarkan oleh Rumi dalam mukadimah karya agungnya Mathnawi. Rumi mengibaratkan kerinduan manusia pada pengalaman mistikal primordial di Hari Alastu sebagai kerinduan seruling untuk bersatu kembali dengan rumpun bambu, yang merupakan asal usulnya, dan kerinduannya itulah yang merupakan sumber suaranya yang merdu:
Dengar lagu sendu seruling bambu menyampaikan kisah pilu perpisahanTuturnya, “Sejak daku tercerai dari indukkurumpun bambu naung dan rimbunRatapku membuat lelaki dan wanita mengaduh --Kuingin sebuah dada koyak disebabkan rinduAgar dapat kupaparkan kepiluan berahi cintaSetiap orang yang berada jauh dari kampung halamannyaAkan rindu untuk merasakan kembaliSaat-saat ketika dia masih bersatu dengan-NyaDalam setiap pertemuan kunyanyikan nada-nada sendukuBersama yang riang dan sedih aku berkumpulRahasia laguku tak jauh dari ratapkuNamun tiada telinga mendengar dan mata melihatTubuh tidak terdinding dari roh, pun rohNamun tak seorang diperkenankan melihat roh.”Riuhnya suara seruling adalah kobaran apiBukan suara hembusan angin
Cinta semacam itu menurut Imam al-Ghazali timbul karena adanya munasabah, yaitu daya saling tarik antara seseorang yang mencintai dan dia yang dicintai. Sadrudin al-Qunyawi, yang hidup sezaman dengan Rumi di kota yang sama, Konya Turki, menjelaskan bahwa munasabah membawa seseorang berjalan jauh tanpa memperhatikan bahaya dan rintangan menuju tempat yang dicintai, dengan maksud mencapai persatuan rahasia (mistikal). Cinta manusia kepada Tuhan tumbuh dari kesadaran bahwa manusia tidak sempurna dan berhasrat mengurangi ketaksempurnaan, dan kesempurnaan hanya milik Tuhan. Tuhan mencintai manusia karena manusia merupakan ciptaan-Nya yang paling sempurna dan indah, dan apabila manusia menyempurnakan potensi kerohanian dan moral yang ada dalam dirinya, maka ia menjadi alamat daripada tanda-tanda keindahan-Nya. Karena Tuhan Maha Indah dan mencintai keindahan (Inna Allah al-jamil wa yuhibbu al-jamal), maka manusia yang mencapai keadaan semacam itu dikatakan akan dilimpahi cinta.
Munasabah berakar dalam wujud asali ketuhanan, yaitu cintanya agar Harta Tersembunyi-Nya dikenal, dan juga berakar dalam pesona Hari Alastu, di mana manusia berikrar hanya akan mentaati dan mencintai Yang Satu. La ilaha ill Allah.
Sekarang marilah kita bahas jalan cinta yang dikemukakan `Attar, bersama contoh-contoh keadaan rohani yang ditimbulkannya, sebagaimana digambarkan dalam Mantiq al-Tayr. Namun sebelum itu kami hendak memaparkan sedikit riwayat hidup `Attar dan karya-karyanya.
`Attar (1130-1220 M) ialah seorang sufi dan sastrawan Persia terkemuka. Di Nisyapur, kota kelahirannya, dia juga dikenal sebagai seorang ahli farmasi dan saudagar minyak wangi yang kaya raya. Perjalanan hidupnya berubah pada suatu hari ketika di toko minyak wanginya yang besar datang seorang fakir tua renta yang tak berduit satu sen pun. Melihat fakir yang dikiranya akan mengemis itu `Attar segera bangkit dari tempat duduknya, menghardik dan mengusirnya agar pergi meninggalkan tokonya. Dengan tenang fakir itu menjawab, “Jangankan meninggalkan tokomu, meninggalkan dunia dan kemegahannya ini bagiku tidak sukar! Tetapi bagaimana dengan kau? Dapatkah kau meninggalkan kekayaanmu, tokomu dan dunia ini?” `Attar tersentak, lalu menjawab spontan, “Bagiku juga tidak sukar meninggalkan duniaku yang penuh kemewahan ini!”
Sebelum `Attar selesai menjawab, fakir tua renta itu rebah dan meninggal seketika. `Attar terperanjat. Sehari kemudian, setelah menguburkan fakir itu selayaknya, `Attar menyerahkan penjagaan toko-tokonya yang banyak di Nisyapur kepada sanak-saudaranya dan dia sendiri mengembara ke seluruh negeri untuk menemui para guru tasawuf yang kesohor, tanpa membawa uang satu peser pun. Beberapa tahun kemudian, dalam usia 35 tahun, dia kembali ke tanah kelahirannya sebagai guru kerohanian yang masyhur. Dia melanjutkan lagi profesinya sebagai ahli farmasi dan saudagar minyak wangi, di samping memberikan latihan-latihan kerohanian dan membuka sejumlah sekolah. Kekayaannya semakin bertambah-tambah, demikian pula kemasyhurannya sebagai seorang sufi.
Salah satu kepandaian `Attar yang telah lama dikenal penduduk Nisyapur ialah kemahirannya bercerita. Ia sering melayani pasien-pasien dan pelanggannya dengan bercerita sehingga memikat perhatian mereka. Apabila sedang tidak ada pelanggan datang, dia pun menulis cerita. Di antara karya `Attar yang terkenal ialah Thadkira al-`Awlya (Anekdote Para Wali), Ilahi-namah (Kitab Ketuhanan), Musibat-namah (Kitab Kemalangan) dan Mantiq al-Tayr (Musyawarah Burung). Semua karyanya itu ditulis dalam bentuk prosa-puisi yang indah, kaya dengan hikmah dan kisah-kisah perumpamaan yang menarik.
Mantiq al-Tayr menceritakan.penerbangan burung-burung mencari raja diraja mereka Simurgh yang berada di puncak gunung Qaf yang sangat jauh dari tempat mereka berada. Perjalanan itu dipimpin oleh Hudhud, burung kesayangan Nabi Sulaiman a.s. yang melambangkan guru sufi yang telah mencapai tingkat makrifat yang tinggi. Sedangkan burung-burung melambangkan jiwa atau roh manusia yang gelisah disebabkan kerinduannya kepada Hakekat Ketuhanan. Simurgh sendiri merupakan lambang diri hakiki mereka dan sekaligus lambang hakekat ketuhanan. Perjalanan itu melalui tujuh lembah, yang merupakan lambang tahap-tahap perjalanan sufi menuju cinta ilahi. Dalam tiap tahapan (maqam) seorang penempuh jalan akan mengalami keadaan-keadaan jiwa/rohani (ahwal, kata jamak dari hal). Uraian keadaan rohani yang disajikan `Attar menarik karena menggunakan kisah-kisah perumpamaan. Pada akhir cerita `Attar menyatakan bahwa ternyata hanya tiga puluh ekor burung (si-murgh) yang mencapai tujuan, dan Simurgh tidak lain ialah hakekat diri mereka sendiri.
Lembah-lembah yang dilalui para burung itu ialah: Pertama, lembah talab atau pencarian. Di lembah ini banyak kesukaran, rintangan dan godaan dijumpai oleh seorang salik (penempuh jalan) . Untuk mengatasinya seorang salik harus melakukan berbagai ikhtiar besar dan harus mengubah diri sepenuhnya, dengan membalikkan nilai-nilai yang dipegangnya selama ini. Kecintaan pada dunia harus dilepaskan, baru kemudian ia dapat terselamatkan dari bahaya kehancuran diri dan sebagai labanya dapat menyaksikan cahaya kudus Keagungan Ilahi. Hasrat-hasrat murni kita dengan demikian juga akan berlipat ganda. Seseorang yang berhasil mengatasi diri jasmani dan dunia akan dipenuhi kerinduan kepada yang dicintai dan benar-benar mengabdikan diri kepada Kekasihnya. Tidak ada masalah lain baginya kecuali mengejar tujuan murni hidupnya dan dia pun tidak takut kepada naga-naga kehidupan, yaitu hawa nafsunya. Ia tidak mempermasalahkan lagi keimanan dan kekufuran, sebab dia telah berada dalam Cinta. Kata `Attar, “Apabila kau gemar memilih di antara segala sesuatu yang datang dari Tuhan, maka kau bukan penempuh jalan yang baik. Apabila kau suka memandang dirimu sendiri dimuliakan karena memiliki intan dan emas segudang, dan merasa dihinakan karena hanya memiliki setumpuk batu, maka Tuhan tidak akan menyertaimu. Ingatlah, jangan kau sanjung intan dan kau tolak batu, karena keduanya berasal dari Tuhan. Batu yang dilemparkan oleh kekasih yang setia lebih baik daripada intan yang dijatuhkan oleh seorang wanita perusak rumah tangga.”
Di lembah pencarian seseorang harus memiliki cinta dan harapan. Dengan cinta dan harapan orang dapat bersabar. Kata `Attar, “Bersabarlah dan berusahalah terus dengan harapan memperoleh petunjuk jalan (hidayah). Kuasailah dirimu dan jangan biarkan kehidupan lahiriah dan jasmaniah menawan serta menyesatkanmu!”
Kedua, lembah Cinta (`isyq). `Attar melambangkan cinta sebagai api yang bernyala terang, sedangkan pikiran sebagai asap yang mengaburkannya. Tetapi cinta sejati dapat menyingkirkan asap. Di sini `Attar mengartikan cinta sebagai penglihatan batin yang terang, sehingga tembus pandang, artinya dapat menembus bentuk-bentuk formal kemudian menyingkap rahasia-rahasia terdalam dari ciptaan. Orang yang cinta tidak memandang segala sesuatu dengan mata pikiran biasa, melainkan dengan mata batin. Hanya dia yang telah teruji dan bebas dari dunia serta kungkungan benda-benda, berpeluang memiliki penglihatan terang. Caranya ialah dengan penyucian diri, sebagaimana dikatakan Rumi:
Indra tubuh adalah tangga menuju duniaIndra keagamaan tangga menuju langitMintalah kesehatan tubuh kepada dokterNamun kesehatan jiwa dan rohani Hanya didapat dari kekasih AllahJalan rohani meruntuhkan (hasrat) tubuhSesudah itu rumah yang lebih megah dibangunnyaLebih baik merubuhkan rumah demi harta karunDan dengan harta itu membangun rumah baruDibanding mempertahankan rumah usangBendunglah air dan bersihkan dasar sungaiBaru kau alirkan air minum dari dalamnya Belahlah kulit dan cabutlah bulunyaLalu segarkan kulit menutupi lukaRatakan benteng dengan tanah, rebutlah iaDari tangan orang mungkar dan kafirLalu dirikan ratusan menara Dan tempat berlindung di atasnya
Siapakah orang mungkar dan kafir ituDia tak lain ialah hawa nafsumu sendiri `Attar sendiri mengatakan, “Dia yang menempuh jalan tasawuf hendaknya memiliki seribu hati, sehingga setiap saat ia dapat mengurbankan yang satu tanpa kehilangan yang lain.” Di sini Cinta dikaitkan dengan pengurbanan. Para sufi merujuk kepada kepatuhan Nabi Ismail a.s. kepada perintah Tuhan. yang bersedia dijadikan qurban oleh ayahnya Nabi Ibrahhim. a.s. Peristiwa inilah yang dijadikan landasan upacara Idul Qurban. Kata-kata qurban berasal dari qurb yang berarti hampir atau dekat. Jadi berkurban dalam cinta berarti berusaha memperdekat langkah kita untuk mencapai tujuan, yaitu Cinta Ilahi.Salah satu ciri cinta sejati dalam arti penglihatan batin terang dan dengan itu mampu menembus bentuk zahir segala sesuatu sehingga mencapai hakekatnya yang terdalam. Karena dapat melihat dari arah hakekat, maka seorang pencinta dapat memiliki gambaran yang berbeda dari orang lain tentang dunia dan kehidupan Pencinta sejati bebas dari kungkungan bentuk-bentuk lahir. `Attar menuturkan kurang lebih sebagai berikut:
Ketahuilah wahai yang tak pernah diberi tahu!Di antara pencinta, burung-burung itu telah bebasDari kungkungan sangkarnya sebelum ajal mereka tibaMereka memiliki perkiraan dan gambaran lain tentang duniaMereka memiliki lidah dan tutur yang berbeda pulaDi hadapan Simurgh mereka luluh dan bersimpuhMereka mendapat obat demi kesembuhan mereka dari penyakitSebab Simurgh mengetahui bahasa sekalian burung
Ketaatan kepada orang yang dicintai merupakan tanda seorang pencintai sejati. Namun demikian di jalan Cinta banyak sekali godaan dijumpai oleh seorang pencinta. Dalam Mantiq al-Tayr `Attar memberi contoh kisah Syekh San`an dan Gadis Yunani beragama Kristen. Ketika menjadi pencinta Syekh San`an menuruti perintah kekasihnya, dia memeluk agama Kristen dan ketika Putri Yunani itu menjadi pencinta dia mengikuti jejak kekasihnya, mencari Syekh San`an di Mekkah dan memeluk agama Islam di sana. Kembalinya Syekh San`an ke agama Islam ialah berkat doa para pengikutnya yang tak kenal lelah memohon kepada Tuhan agar guru mereka diberi petunjuk. Tampaknya usaha itu tidak membuahkan hasil, bahkan Syekh San`an semakin larut dalam agama yang baru dipeluknya. Namun sekali lagi Tuhan turun tangan. Syekh San`an bermimpi berjumpa Nabi Muhammad s. a. w. yang menyuruhnya datang ke Mekkah. Setibanya di Mekkah Syekh San`an dan ratusan pengikutnya disambut oleh ratusan orang Islam termasuk sahabat-sahabat dekatnya. Di hadapan Ka`bah Syekh pun bertobat dan berikrar untuk kembali ke jalan benar. Putri Yunani yang ditinggalkan menjadi sangat rindu, dan kemudian menyusul ke Mekkah, di mana dia memeluk agama Islam dengan disaksikan Syekh San`an dan para pengikutnya.
Kisah di atas juga memberi tahu kita bahwa di lembah Cinta begitu banyak cobaan dan ujian, yang dapat menyesatkan seorang penuntut tasawuf. Hanya petunjuk Tuhan yang dapat menyelamatkan seseorang yang berada dalam bahaya, dan petunjuk itu datang sesuai dengan ikhtiar dan doa yang dipanjatnya sendiri di masa lalu dan doa yang dipanjatkan orang-orang terdekat. Di lain hal kisah ini memberi isyarat bahwa cinta sejati dapat mengatasi perbedaan keyakinan, sebab cinta mengutamakan yang hakiki dan persatuan dengan jiwa kekasih, bukan untuk memperdebatkan perbedaan-perbedaan lahir. Hikmah lain dari kisah ini bahwa cinta sejati dapat mendorong orang melakukan perubahan atau transformasi diri sebagaimana terlihat pada Syekh San`an atau pun gadis Yunani.
Walaupun cinta yang dialami Syekh San`an dengan gadis Nasrani itu merupakan cinta profan, namun dari pengalaman tersebut Syekh San`an memperoleh pelajaran tentang sifat-sifat cinta yang lebih tinggi. Seperti dituturkan Syekh San`an ketika gadis Nasrani itu menyambut cintanya:
Malam-malam pengasingan yang sunyi telah berlaluNamun tak seorang dapat menyingkap rahasia seperti itu Siapa pun yang permohonannya dikabulkan seperti aku malam iniSiang dan malam-malamnya akan dilalui dengan kebenaran cinta berahiPada siang hari nasibnya dicetak, malam hari bentuknya disiapkanYa Tuhan, tanda-tanda menakjubkan apa yang kusaksikan malam ini?Apakah ini tanda Hari Kiamat? Akal, kesabaran, kawan sejati – semua pergiCinta macam apa ini, derita macam apa dan kepiluan macam apa?
Ketiga, ialah lembah kearifan atau makrifat. Kearifan berbeda dengan pengetahuan biasa. Pengetahuan biasa bersifat sementara, kearifan ialah pengetahuan yang abadi, sebab isinya ialah tentang Yang Abadi. Kearifan merupakan laba yang diperoleh seseorang setelah memperoleh penglihatan batin terang, di mana ia mengenal dengan pasti hakekat tunggal segala sesuatu. Kearifan menyebabkan seseorang selalu terjaga kesadarannya akan Yang Satu, dan waspada terhadap kelemahan, kekurangan dan keabaian dirinya disebabkan godaan dan tipu muslihat ‘yang banyak’.
Makrifat dapat dicapai dengan berbagai cara. Di antaranya melalui sembahyang yang khusyuk, latihan kerohanian yang berdisiplin, penyucian diri sepenuhnya di hadapan Kekasih, dan pengisian jiwa dengan pengetahuan yang bermanfaat bagi pertumbuhan rohani. Seseorang yang mencapai makrifat akan menerima nur (cahaya) sesuai amal usahanya dan mendapat peringkat kerohanian yang ditetapkan baginya dalam mengenal kebenaran ilahi. Orang yang mengenal hakekat segala sesuatu akan memandang, dan bersikap terhadap dunia melalui penglihatan hatinya yang telah tercerahkan. Ia tidak lagi terpaku pada segala sesuatu yang bersifat embel-embel, sebab yang menjadi perhatiannya ialah yang hakiki. Ia tidak sibuk memikirkan dirinya dan hasratnya yang rendah, namun senantiasa asyik memandang wajah Sahabat atau Kekasihnya, yang Maha Pengasih dan Penyayang itu (al-rahman al-rahim). Kearifan menjadi rusak disebabkan dangkalnya pikiran, kesedihan yang berlarut-larut dan kebutaan pandangan terhadap hakekat ketuhahan. Mata orang arif terbuka kepada Yang Satu, bagaikan bunga tulip yang kelopaknya selalu terbuka kepada cahaya matahari.
Keempat. Lembah kebebasan atau kepuasan (istighna). Di lembah ini tidak ada lagi nafsu memenuhi jiwa seseorang atau keinginan mencari sesuatu yang mudah didapat dengan ikhtiar biasa. Karena pandangan telah tercerahkan oleh kehadiran Yang Abadi, maka seseorang tidak pernah melihat ada yang baru atau ada yang lama di dunia ini. Lautan tampak sebagai setitik air di tengah wujud-Nya yang tak terhingga luasnya, dan dadanya selalu lapang sebab dia mengetahui bahwa rahmat Tuhan tidak akan pernah menyusut atau berkembang. Tujuan hidup tak berguna ditaggalkan dan seseorang merasa cukup dengan rahmat yang dilimpahkan Tuhan. Di dunia dia hanya tinggal bekerja, berikhtiar dan berusaha sesuai kemampuan dan pengetahuannya tentang sesuatu, dan untung rugi dia pasrahkan kepada Kekasihnya. Untuk mencapai tingkat ini, kata `Attar, seseorang harus melakukan kewajiban yang dipikulkan kepadanya tanpa beban. Seseorang mesti meninggalkan sikap acuh tak acuh, masa bodoh dan ketakpedulian terhadap masalah keagamaan, kemanusiaan dan sosial. Lamunan kosong dan ketakpastian terhadap sesuatu yang tak memerlukan lamunan dan keraguan harus diganti dengan keteguhan iman atau haqq al-yaqin. Kata Hamzah Fansuri:
`Ilmu`l-yaqin nama ilmunyaAyn`l-yaqin hasil tahunyaHaqq`l-yaqin akan katanyaMuhammad Nabi asal gurunya
Syariat akan ripainyaTariqat akan bidainyaHaqiqat akan tirainyaMakrifat yang wasil akan isainya
Dengan demikian makrifat merupakan bentuk pengetahuan tertinggi tentang hakekat. Keadaan yang rohani lahir daripadanya ialah kedekatan (wasil) dengan Yang Satu. Rasa dekat ini dapat timbul karena dia menyaksikan dengan mata batinnya bahwa Kekasih hanya Satu, tidak dua. Istilah lain yang digunakan para sufi tentang keadaan ini ialah musyahadah, artinya penyaksian bahwa Tuhan itu satu. Musyahadah menjamin stabilitas jiwa dan pikiran seseorang, sebab benar-benar telah terpaut pada tali Yang Satu. Istilah lain yang digunakan para sufi untuk keadaan ini ialah haqq al-yaqin, yakni yakin secara mendalam bahwa kebenaran hakiki ialah Dia. Keyakinan seperti itu sudah barang tentu mendatangkan kepuasan rohani dan kebebasan daripada yang selain Dia. Jadi batas antara lembah makrifat dan lembah isytighna tidak begitu jelas.
Menurut `Attar di lembah keempat ini seseorang mesti menyibukkan diri dengan hal-hal yang bersifat hakiki dan utama, mengabaikan hal-hal yang bersifat lahiriah atau yang semata-mata menyangkut kepentingan diri sendiri. Seseorang mesti memperbanyak kerja kerohanian, misalnya dengan ibadah, berderma. memperbanyak amal saleh, membangun pesantren, menyebarkan kegiatan keagamaan dan sebagainya. Kata `Attar, “Di lembah ini seseorang mungkin melakukan suatu kegiatan yang bermakna, tetappi ia tidak menyadari.” Kalaupun menyadari ia tidak perlu menyombongkan diri. Lanjut `Attar, “Lupakan segala yang telah kauperbuat, berikhtiarlah untuk bebas dan cukupkan dengan dirimu sendiri, meskipun kau kadang mesti menangis dan bergembira terhadap hasil-hasilnya. Di lembah keempat ini cahaya kilat kesanggupan, yang merupakan penemuan sumber-sumber dirimu sendiri, kecukupan dirimu, menyala begitu terang dan membara hingga membakar penglihatanmu pada dunia.”
Kelima, lembah Tauhid. Di lembah ini semuanya pecah berkeping-keping, kemudian menyatu kembali. Semua yang tampak berlainan dan berbeda kelihatan berasal dari hakekat yang sama. Jadi di lembah ini seseorang menyadari bahwa hakekat wujud yang banyak itu sebenarnya satu, maksudnya manifestasi Cinta Yang Satu, yaitu rahman dan rahim-Nya.
Keenam, lembah Hayrat atau ketakjuban. Di sini kita menjadi mangsa ketakjuban yang menyilaukan mata, sehingga seolah-olah kita tenggelam dalam kebingungan dan timbul rasa duka yang tak terkira. Betapa tidak. Siang berubah jadi malam, malam berubah siang. Kemalangan tampak sebagai kebruntungan dan keberuntungan kelihatan sebagai kemalangan. Untung rugi tak jelas batasnya. Orang yang mencapai lembah Tauhid pada mulanya akan lupa atas segalanya, kemudian sadar bahwa bersama dirinya ialah Yang Satu. Tetapi dia tidak tahu siapa yang bersama dengan dirinya. Jika orang berada di lembah ini ditanya, dia akan menjawab: “ Aku tak tahu apa ini fana’ (lenyap) atau baqa’ (hidup kekal) dalam Dia. Aku tak tahu apa ini nyata atau tak nyata. Aku sedang bercinta, tetapi tidak tahu dengan siapa bercinta.” `Attar memberi contoh “Kisah Seorang Putri Raja Yang Mencintai Hambanya”. Hamba di sini melambangkan seorang salik yang tak memikirkan apa-apa lagi, yang penting mengabdi, dan karena hanyutnya dalam pengabdiannya maka dia memancarkan keindahan luar biasa. Putri raja diam-diam jatuh cinta kepadanya, dan dengan dibius oleh dayang-dayangnya maka hamba itu pun dibawa ke peraduan sang putri, diberi minuman dan makanan lezat, dihidangi tari-tarian dan musik yang indah, sebelum keduanya beradu. Hamba tersebut mengalami semua itu antara sadar dan tak sadar.
Ketujuh. Lembah Faqir dan Fana Faqir artinya tidak memiliki apa-apa lagi, semuanya sudah terampas dari dirinya, kecuali Cintanya kepada Yang Satu. Karena jiwanya hanya terisi oleh-Nya maka dia sanggup mengurbankan diri asal saja diperinsahkan oleh Kekasihnya.. Kefakiran menerbitkan keberanian menentang yang selain Dia, sebagaimana dimanifestasikan dalam semangat jihad.. Kefakiran juga dijadikan landasan ethos dagang yang melahirkan prinsip futuwwa (semangat satria pinandita). Dengan ethos demikian organisasi-organisasi dagang Islam (ta`ifa) tumbuh pada abad ke-13 sebagai organisasi sosial keagamaan yang dipimpin oleh ulama sufi. Ta`ifa aktif menyebarkan agama Islam dengan didukung aktivitas perdagangan, pembinaan kota-kota urban di pesisir dan pengembangan industri, dari mana terbentuk pusat-pusat penyebaran agama Islam di Nusantara. Pada masa-masa genting anggota-anggota ta`ifa, termasuk para pengrajin, santri, dan lain-lain, ikut berjuang melawan musuh yang mereangi kaum Muslimin, termasuk kaum penjajah.
Fana’ ialah persatuan mistik, manunggaling kawula Gusti atau Unio-mystica. Keadaan ini disusul dengan baqa’, yaitu pengalaman hidup kekal dalam Tuhan. Apabila seseorang telah mencapai tahapan ini, dia akan mengenal dirinya yang hakiki, dirinya yang universal, dan dengan demikian mengenal sungguh-sungguh asal kerohaniannya. Hadis yang mengatakan, “Barang siapa mengenal dirinya, akan mengenal Tuhannya” dapat dijelaskan melalui uraian di atas. Di sini seseorang mengenal bahwa dirinya benar-benar makhluk rohani, bukan sekedar mahluk jasmani dan nafsani.. Dia menyadari bahwa secara esensial manusia memang makhluk kerohanian, sebagaimana dinyatakan al-Qur’an dengan istilah khalifah Tuhan di muka bumi, dan sekaligus hamba-Nya. Sebagai khalifah Tuhan menjadi perantara antara alam rendah dan alam tinggi.Dengan indahnya `Attar menuturkan dalam kitabnya yang masyhur itu:
Melalui kesukaran dan kehinaan jiwanya burung-burung itu pun susutLantas hapus (fana’), sedangkan tubuh mereka menjelma debuSetelah dimurnikan maka mereka pun menerima hidup baruDari limpahan Cahaya Tuhan di hadirat-NyaSekali lagi mereka menjadi hamba-hamba-Nya dengan jiwa segarSekali lagi di jalan lain mereka binasa dalam ketakjubanPerbuatan dan diam mereka di masa lalu telah dienyahkanDan disingkirkan dari lubuk hati serta dada merekaMatahari Kehampiran bersinar terang dari diri merekaJiwa mereka diterangi semua oleh cahanyaDalam pantulan wajah tiga puluh (si-murgh)Mereka lantas menyaksikan wajah Simurgh yang sebenarnyaApabila mereka memandang, yang tampak hanya Simurgh:Tak diragukan Simurgh ialah tiga puluh ekor burungSemua bingung penuh keheranan, tak tahu apa mereka ini atau tiu.Mereka memandang diri mereka tak lain adalah Simurgh.
Pada bagian lain `Attar menyatakan:
Bebaskan dirimu dari segaa yang kaumilikiCampakkan semua dari sisimu satu demi satuLantas asingkan dirimu secara rohani dari duniaApabila batinmu telah menyatu dengan kefakiranKau akan bebas dari kebaikan dan keburukanDan jika kebaikan dan keburukan telah kaulaluiKau akan menjadi seorang pencinta
`Attar mengakhiri kisah burung menemui raja mereka Simurgh, yang tak lain ialah gambaran diri mereka yang sejati, sebagai berikut: “ Tahukah kau apa yang kaumiliki? Masuklah ke dalam dirimu sendiri dan renungkan ini. Selama kau tak menyadari kehampaan dirimu, dan selama kau tak meninggalkan kebanggan diri yang palsu, serta kesombongan dan cinta diri yang berlebihan, kau tidak akan mencapai puncak keabadian. Di jalan tasawuf kau muka-muka akan dicampakkan ke dalam lembah kehinaan, kemudian baru kau akan diangkatnya ke puncak gunung kemuliaan”.
Mengenai pengetahuan tentang diri itu Imam al-Ghazali mengatakan dalam kitabnya Kimiya-i Sa`adah (Kimia Kebahagiaan), “Pengetahuan tentang diri yang sebenarnya berada dalam pengetahuan tentang hal-hal berikut: Siapakah anda, darimana anda datang? Kemana anda akan pergi, dan apa tujuan anda datang serta tinggal sejenak di sini, dan di manakah letak kebahagiaan anda?... Suatu bagian penting dari pengetahuan kita tentang Tuhan timbul dari kajian dan renungan atas jasad kita sendiri yang menampakkan kepada kita kebijaksanaan, kekuasaan serta cinta Sang Pencipta. Manusia dengan tepatnya disebut `alam al-saghir (jagad cilik) dalam dirinya. Susunan kerangka jasadnya mesti dipelajari, bukan saja oleh orang-orang yang ingin menjadi dokter, tetapi juga oleh orang-orang yang ingin mencapai pengetahuan yang lebih dalam tentang Tuhan, sebagaimana kajian yang mendalam tentang keindahan dan corak bahasa pada sebuah puisi yang agung akan mengungkapkan kepada kita lebih banyak tentang kejeniusan pengarangnya... Tetapi di atas segalanya pengetahuan tentang jiwa dan kerohanian manusia lebih penting sebab pengetahuan semacam itulah yang dapat membawa kita sampai kepada pengetahuan tentang Tuhan.”
CATATAN
Uraian tentang cinta dalam karangan ini merupakan ringkasan dari Bab II tesis penulis Estetika Sastra Sufistik: Kajian Hermeneutik Terhadap Karya-karya Shaykh Hamzah Fansuri. Universiti Sains Malaysia, P. Pinang, 1996. Tentang buku `Attar dapat dibaca terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh Hartojo Andangjaya, Musyawarah Burung. Jakarta:Pustaka Jaya, 1982. Sajak-sajak Rumi diambil dari buku karangan penulis sendiri, Rumi, Sufi dan Penyair. Bandung: Pustaka, 1985.Sajak `Attar dalam tulisan ini diterjemahkan dari edisi Edward Fitzgerald The Conference of the Birds. Penguin Book: 1972 (reprint).
Lampiran
KISAH SYEKH SAN`AN
Syekh San`an adalah orang suci dan ulama terkemuka pada zamannya. Pada suatu hari dia bermimpi bepergian dari Mekkah menuju Yunani, dan di sana dia menyembah arca yang sangat indah. Begitu terjaga dia merasa sangat sedih dan memutuskan pergi ke Yunani untuk mengetahui arti mimpinya. Diikuti oleh empat ratus muridnya sampailah dia di negeri seribu biara itu. Setelah mendatangi berbagai pelosok negeri itu sampailah ia di sebuah biara yang megah. Di sana dia melihat seorang gadis yang cantik luar biasa, memandang ke luar dari sebuah jendela.
Gadis Yunani itu ternyata beragama Nasrani. Syekh San`an sangat terpesona oleh kecantikannya. Ia berseru kepada murid-muridnya, “O alangkah dahsyat cintaku kepadanya. Andaikata aku dapat membebaskan diri dari kungkungan agama, tentulah aku beruntung dan bahagia!” Murid-muridnya mengerti maksud perkataan gurunya. Sementara itu Syekh San`an benar-benar terbakar api asmara. Dia merasa muda kembali, dan darah di tubuhnya bergelora. Dia berhasrat mendapatkan gadis Yunani itu dan menjadikan istrinya seumur hidup.
Siang malam Syekh San`an mengunjungi tempat itu untuk dapat menatap wajah gadis itu. Keinginannya untuk bertemu dan berbincang dengannya sedemikian kuatnya. Nasehat murid-muridnya tidak diacuhkannya, begitu pula ratusan doa yang mereka panjatkan sia-sia. Syekh San`an malahan semakin tergila-gila kepada gadis itu. Berhari-hari lamanya dia selalu gagal menjumpai gadis itu. Pintu biara tertutup rapat baginya. Pada akhirnya dia putus asa dan keadaannya begitu menyedihkan. Dia termangu-mangu di dekat tempat di bawah jendela tempat gadis itu selalu menampakkan mukanya.
Ketika melihat Syekh San`an sudah putus asa, gadis itupun keluar, menyilakan masuk kepada Syekh San`an dan menjamunya dengan makanan yang serba lezat dan minuman anggur. Karena cintanya Syekh San`an menuruti apa saja yang diperintahkan si gadis. Namun si gadis belum juga mau menerima lamaran Syekh San`an. Pada suatu hari ketika Syekh San`an bersedia masuk agama Nasrani, barulah gadis itu menerima lamarannya. Kini mereka resmi menjadi sepasang suami istri. Sebagai mas kawinnya Syekh San`an harus bersedia memelihara babi, memandikan binatang-binatang itu dan memberinya makan pagi dan sore.
`Attar menulis pada episode ini, “Dalam fitrah kita masing-masing ada seratus babi. Wahai kalian yang tak berarti apa-apa, kalian hanya memikirkan bahaya yang sedang mengancam Syekh San`an! Sedangkan bahaya itu terdapat juga dalam diri kita masing-masing, dan menegakkan kepala sejak saat kita mulai melangkah di jalan pengenalan-diri. Kalau kalian tak mengetahui perihal babi-babi kalian sendiri, maka kalian tak akan mengenal Jalan Cinta. Tetapi apabila kalian mulai menempuh jalan itu, kalian akan menjumpai ratusan babi dan ratusan berhala pujaan. Halaulah babi-babi itu, bakarlah berhala-berhala itu di lembah Cinta; atau kalau tidak, kalian akan menjadi seperti Syekh San`an, hina dina dicemooh cinta.”
Kabar segera tersiar ke negeri-negeri Islam bahwa seorang ulama terkenal telah memeluk agama Kristen dan menjadi pemelihara babi, hanya disebabkan oleh cintanya kepada seorang gadis cantik yang masih muda. O betapa pesona dunia dapat membelokkan iman dan pengetahuan. Kebetulan di Mekkah tinggallah seorang Syekh, sahabat karib Syekh San`an. Mendengar berita itu dia hanya mengurut-urut dadanya. Murid-murid Syekh San`an yang sedang berada di Mekkah dipanggilnya semua dan diberi nasehat, “Apabila kalian benar-benar ingin berbuat sesuatu yang membuahkan hasil, kalian harus mengetuk pintu Tuhan berulang kali tanpa jemu. Dengan doa yang disertai keyakinan mendalam kalian akan diterima di hadirat Ilahi. Mestinya kalian memohon kepada Allah demi guru kalian, masing-masing dengan doa sendiri. Insya Allah Dia akan mengembalikan Syekh San`an kepada kalian. Mengapa kalian enggan mengetuk pintu Tuhan?”
Murid-murid itu pun segera berangkat ke Yunani. Sesampainya di sana mereka memilih tinggal tidak jauh dari tempat Syekh San`an. Empat puluh hari empat puluh malam mereka berdoa. Empah puluh hari lamanya mereka berpuasa, berpantang makan makanan lezat yang mengandung banyak lemak dan kolestrol. Mereka juga tak boleh tergoda oleh gadis-gadis cantik yang banyak terdapat di biara itu. Akhirnya kekuatan doa orang-orang tulus itu pun menggetarkan langit. Malam itu mereka bermimpi berjumpa dengan Nabi Muhammad s. a. w. Dalam mimpi mereka Nabi Muhammad s. a. w. bersabda bahwa Syekh San’an sebentar lagi akan kembali ke jalan benar dan dosa-dosanya akan diampuni. Segala yang telah dia tinggalkan selama ini, kitab suci al-Qur`an, kiblat dan sajadah segera akan didatanginya lagi”.
Pada malam yang sama wanita Yunani itu juga bermimpi dan dalam mimpinya melihat matahari turun kepadanya, disertai suara, “Ikuti Syekh San`an suamimu, peluklah agamanya, jadilah suci seperti hatinya yang telah dibersihkan oleh cinta. Kau telah membawa dia ke jalanmu, kini ikuti jalan yang ditempuhnya.”
Ketika wanita itu terjaga dari tidurnya, Syekh San`an telah meninggalkan Yunani bersama empat ratus pengikutnya menuju Mekkah. Tidak tahan sendiri, dan merasa rindu kepada Syekh San`an, dia pun menyusul mereka menuju Mekkah. Kepada Syekh San`an dia berkata, “Aku merasa begitu malu karena kau. Singkaplah tabir rahasia itu, dan ajarkan Islam kepadaku, agar aku dapat menempuh jalan kedamaian dan keselematan!” Di depan Ka`bah, disaksikan oleh ratusan murid dan sahabat Syekh San`an, wanita Nasrani itu mengucapkan kalimah syahadah. Kebahagiaan memancar dari wajahnya yang cerah setelah berhari-hari muram oleh kesedihan.


http://www.icas-indonesia.org/index.php?option=com_content&task=view&id=241&Itemid=1&lang=iso-8859-1

9/14/2008

57*IFTAR BERSAMA DI MESJID

Nasi Briyani Bangladesh

Hari ini Kedutaan Besar Bangladesh menjamu Iftar atau "buka puasa" bersama masyarakat Muslim setempat khususnya para TKA maupun para immigran dengan menu Nasi Briyani, di sebuah Mesjid di Ibukota. Suasananya agak sepi dibandingkan beberapa tahun sebelumnya.

Seorang Muallaf dari Philipina menanyakan saya bagaimana makanannya, saya hanya menjawab lumayan, seandainya ada tambahan ikan asin yang bukan hering, tentunya tambah lumayan.

Saya datang agak awal agar dapat meluangkan sedikit waktu untuk bertemu dengan Imam Masjid. Ada hal yang mau ditanyakan.kurus kering.

Saya awali dengan shalat Tahiyyat Masjid, lalu diikuti dengan membaca surat Yaasin. Entah karena bacaan saya yang lumayan seperti Qari'ah (Insya Allah), beberapa kaum hawa yang berasal dari Asia Selatan memperhatikan saya. Atau saya diperhatikan karena membacanya dengan sedikit agak keras sehingga dapat didengar oleh mereka. Setahu saya kaum Hawa dari Timur Tengah membaca Al Qur'an hanya di dalam hati. Beberapa dari jama'ah ada yang berbincang-bincang agak keras, hal yang paling saya benci ketika ada seseorang yang sedang membaca kitab Suci.

Beberapa tahun yang silam, saya pernah membaca Al Qur'an di Masjid tersebut, 2 anak laki-laki bersaudara berusia 3,5 dan 2 tahun asal TimTeng berlari-lari sambil terwa-tawa di dekat saya. Saya ajak duduk didekat saya untuk mendengarkan pengajian, mereka tidak ada yang mau. Tiba-tiba yang tua mendekat ke saya, ooopts.... he kissed me....

9/04/2008

56*DERMAWAN


Rasulullah SAW bersabda, ''Barang siapa bersedakah dengan seharga kurma dari hasil yang baik (dan Allah tidak menerima sesuatu kecuali yang baik), sesungguhnya Allah akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya, kemudian Allah akan mengembangkannya sampai sebesar gunung sebagaimana salah seorang di antara kalian memelihara seekor anak kuda.'' (HR. Muslim).

Bersedekah itu tidak harus menunggu kaya terlebih dahulu. Seberapa pun harta yang kita miliki mestinya ada sebagian yang kita sedekahkan kepada orang lain. Ketika Rasululluh SAW melihat Bilal mempunyai simpanan makanan, seketika itu juga beliau bersabda kepada Bilal, ''Hai Bilal, sedekahlah. Jangan sekali-kalai kamu takut bahwa Dzat yang bersemayam di Arsy akan melakukan pengurangan.'' (HR Thabrani).

Dengan meyakini bahwa harta yang kita miliki pada hakikatnya bukan milik kita, maka akan membuat kita ringan saat mengeluarkan dan mambelanjakannya di jalan yang diridhai Allah. Orang yang rajin mendermakan hartanya di jalan Allah ia tidak akan manjadi miskin, sekalipun secara lahir hartanya berkurang, akan tatapi di balik itu semua Allah akan membukakan banyak pintu rezeki baginya dari arah yang tidak disangka-sangka, bahkan di akhirat kelak Allah akan melipat gandakan pahalanya hingga tidak terkira. Dalam hadis lain Rasulullah SAW bersabda, ''Harta tidak akan berkurang dengan disedekahkan.'' Imam An-Nawawi menjelaskan, bahwa hadis ini mengandung dua pengertian. Pertama, sedekah itu diberkahi (di dunia) dan karenanya ia terhindar dari kemudharatan. Dan kedua, pahalanya tidak akan berkurang di akhirat, bahkan dilipatgandakan hingga kelipatan yang banyak.Adalah sahabat Rasulullah SAW, Utsman bin Affan, seorang sahabat mulia, yang terkenal sangat pemurah. Ia pernah memberikan seluruh barang yang dibawa kafilah dagangnya yang baru datang dari Syam untuk fakir miskin Madinah.

Padahal, saat itu banyak sekali pedagang yang menawarkan keuntungan berlipat dari biasanya. Tapi, Utsman memilih tawaran yang paling menggiurkan, ridha Allah. Semua orang pasti ingin hidup berkecukupan atau bahkan kaya. Namun, banyak yang keliru duga, ia mengira bahwa perbuatan kikir akan mangantarkannya menjadi seorang yang kaya raya. Padahal, itu logika setan saja. ''Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan dan menyuruh berbuat keji (kikir), sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karunia-Nya kepada kalian. Dan Allah mahaluas (karunia-Nya) lagi maha mengetahui.'' (QS Al-Baqarah [2]: 268).

http://www.republika.co.id/launcher/view2/mid/161/news_id/1112

8/25/2008

54*Friendship: AVISSA SIDQI

Nama: Avissa Sidqi
Dob: Banda Aceh, 17 Mei 2000
Alamat: Banda Aceh, Indonesia
Sekolah: Kelas 2 SD
Prestasi: Ranking 1 di kelas
Mak: Jawa
Ayah: Aceh
...
...
.....
.....

8/07/2008

53*KIRIMAN POS, IKAN ASIN, PENAMPILAN


Sabtu yang lalu seorang adik saya di pulau 2 mengatakan "barang telah sampai. tq". Kemarin seorang adik yang satu lagi di pulau 3 mengatakan "kiriman udh sampai. Thx". Sedangkan barang terdaftar yang saya kirim akhir tahun 2006 hingga sekarang tidak tau di ambil oleh siapa. Kata pegawai kantor disini telah diterima, tapi siapa ya yang menerimanya?

Si pegawai post menawarkan saya paket EMS Posdata, langsung saja saya iyakan. Sempat juga saya perhatikan seorang TKW dari Cina minta ganti kotak kiriman yang lebih kecil yang isinya hanya sehelai celana jeans, si pelayan melayani dengan sabar. Semua orang maklum dengan hal-hal kecil seperti itu menolong costumer mengirit. Kalau di Indonesia mungkin telah dikatakan pelit, tidak punya duit dsb...
Semoga saja jeans kirimannya bukan Made in China hehehe....

Jadi ingat cerita seorang keluarga yang baru pulang dari Haji. Salah satu oleh-olehnya untuk seorang keluarga adalah sajadah. Seseorang terusik ingin tau buatan dari mana sajadah tersebut, tiba-tiba dia memekik, "Made in Indonesia" hehehe.... Padahal di pasar juga banyak!!!!! Kenapa harus jauh-jauh belinya???

Dua minggu yang lalu saya sempat jalan-jalan ke kota yang berdekatan dengan pantai, ada yang dicari. Namun toko-toko semuanya pada tutup, tutup liburan musim panas selama 2 minggu. Gelombang panas disana lumayan juga dibandingkan dengan di ibukota yang berjarak hanya 44 km berkisar 41 derajat celsius. Hilang semua energi dan mood dibuatnya, lalu saya nongkrong sebentar di KFC, hanya mesan kentang goreng dan coke. Yang lainnya tidak jelas kehalalannya.

Tiba-tiba satu keluarga mendatangi meja disebelah atau dibelakang saya. Setelah beberapa saat, saya perhatikan mereka, satu keluarga dengan anak-anak yang telah remaja dan asisten rumah tangga mereka berasal dari Sri Lanka. Sedih melihat penampilannya yang begitu kumuh dan sangat sangat sederhana. Yang mengagumkan justru adalah keluarga tersebut yang mau membawa asisten mereka jalan-jalan bagaikan keluarga mereka sendiri. Saya sempat meliat ada sebuah kotak burger di depannya, walaupun tadinya dia menolak.
Apa ada orang Indonesia seperti itu!!!!

Ingat ke Indonesia dulu, tepatnya di sebuah KFC di Jakarta. Sepasang suami istri duduk di satu meja, sedangkan si bayi bersama si nanny di meja belakang. Di depannya hanya ada sebotol Teh Botol. Cukup kontras....
Bahkan banyak juga yang menjatah makanan satu hari satu kali untuk asisten-asisten rumah tangga mereka.

Menilai seseorang dari cara berpakaian sebenarnya adalah kesalahan besar. Saya pernah terkecoh dengan seorang perempuan di Indonesia. Setiap kali datang selalu berdandan bagus dan ternyata pinjaman (maksa) dari adiknya yang telah menikah. Sedangkan beliaunya sendiri belagu luar biasa, ketus dan bossy, (hiks... rugi terus kita dibuatnya). Mereka tinggal didalam lingkungan kebun kelapa (Lampoh U) yang cukup luas kecuali adiknya yang telah menikah tersebut. Terakhir saya mengantarnya, yaitu dimalam hari sekitar jam 8 malam. Jalan menuju ke kebun kelapa tersebut lumayan kecil, lalu masuk ke kebun tersebut melalui jalan yang lebih kecil lagi yang dipagari dengan pohon kuda-kuda dan kawat berduri. Ada belokan double bend pendek ditengahnya agar dari jalan tidak langsung telihat rumah yang mereka tempati yang masih tergolong baru terdiri dari 2 pintu atau 2 keluarga. Ketika memasuki double bend pendek tersebut kami sempat terkesiap dan kaget luar biasa tapi sama-sama diam pura-pura tidak tahu. Lampu kenderaaan saya menyenter seorang anak perempuan berusia sekitar 10 tahun berdiri sendirian di tempat gelap dengan kedua tangannya memegang pohon kuda-kuda, hiiiiiiii............

Giliran pulang... (no comment), aduhhhhh.... siapa berani????

Ada yang menarik disini, saya lupa dengan semua ayat-ayat Al Qur'an yang saya kuasai, rasanya menyesal luar bisa. Tidak ingat ayat apa yang saya baca, yang jelas bisa juga akhirnya keluar dari "sarang" tersebut, hehehe...

Salah seorang anak pemilik Hotel terkenal disini (nama hotelnya cukup terkenal diseluruh dunia), istrinya adalah seorang WN Jerman. Beliau ikut bekerja sebagai kepada Receptionist di hotel tersebut. Sedangkan penampilannya, jauuuuuuuuhh..... dari berkelas.
Hebat euy......!!!!!


Kembali ke kantor pos. Duh EMS Posdata harga per setengah kilonya tinggi sekali.... sama dengan harga ikan asin. Ikan asin disini termasuk makanan mewah, apalagi ikannya Herring. Sedangkan rasanya kelas terakhir hahaha.... bagaimana tidak, baunya saja luar biasa busuk kalau digoreng belum lagi rasa garamnya garam semua semua... hihihi...
Mungkin karena kebanyakan garam maka ikannya herringnya tidak kering tetapi lunak. Beda dengan ikan asin dari Rusia, selain kering rasanya juga seperti ikan asin di Indonesia. Harga ikan herring Euro 18.00/kg sedangkan ikan asin dari Rusia berkisar dari Euro 11.00- Euro 16.00/kg. Daging sapi Euro 6.15/kg, Ayam segar Euro 3.80/kg, dan Ayam beku dari Brasil (halal) Euro 3.00/kg.

Saya sendiri hanya satu kali membeli ikan asin herring. Karena tidak sanggup memakannya, saya campur dengan tumisan kol, lumayan juga rasanya apalagi tumisan kolnya tidak perlu memakai garam lagi.
Kurang jelas dengan masyarakat disini bagaimana mereka mengolahnya, ada yang bilang di grilll, wow...!!!!

Sekarang di semua toko-toko Summer Sale besar-besaran hingga 70% disc. kecuali ikan asin. Sepertinya rugi kalau tidak ikutan belanja, sekalipun hanya untuk kiriman ke Indonesia. Kapan lagi kalau bukan musim panas, di Indonesia kan tidak ada musim dingin.

6/28/2008

52*SOPAN SANTUN BAHASA

Sopan santun dalam berkomunikasi baik yang dilakukan seseorang dalam bentuk verbal maupun non-verbal membias kuat kepada si pelakunya. Mulutmu adalah harimaumu, kata peribahasa Indonesia.
Seseorang sering melakukan kesalahan vatal tanpa disadarinya akibat kurang memakai "akal" dan efek negatif yang dibiaskan justru merugikan dirinya sendiri, apalagi dilakukan di depan publik yang ramai, baik dikalangan atas maupun bawah.
Ini benar-benar memalukan.

Merendahkan dan menghina orang lain, tanpa disadarinya dia telah memperlihatkan betapa rendah dan hina si pelakunya. Apalagi yang diikuti timbal balik, akhirnya sama-sama terlihat sama. Ingin populer karena wajahnyanya yang rupawan, malah populernya karakternya yang melawan...

Ini akibatnya kalau tidak ada kontrol diri atau tidak dewasa (premature minded?) dalam bersikap dan mengambil tindakan yang seharusnya menjadi salah satu unsur atau ciri membentuk seseorang berkepribadian manis atau menarik seperti gentleman, ladylike, ladybug, ladybirds.... hehehe...

Biasanya "ladybird" ditujukan untuk kaum adam yang suka berperang dengan kaum hawa hanya hal-hal kecil atau sepele, melalui ucapan, tulisan maupun tindakan seperti menembak tewas seseorang karena cintanya ditolak. Luar biasa macho, atau merasa jantan...!!!
Padahal banyak hal lain agar terlihat hebat (macho atau jantan), seperti menundukkan banteng misalnya.

Disini, juga ditujukan untuk kaum adam yang melakukan hal-hal negative seperti peran sitcom yang pernah kami lakukan dulu sebagai pendatang illegal. "Welcome ladybirds... ", sambut si penjaga pantai kepada kaum adamnya...

Nabi Muhammad SAW sangat terkenal dengan sopan santunnya, justru menjadi pertanyaan kenapa bangsa Arab sekarang begitu kasar dan tidak beradab?
Ketika berperang membela agama bukan berperang melawan kaum hawa, beliau hanya mewajibkannya kepada kaum adam. Sedangkan kaum hawa, orang berusia lanjut dan anak-anak justru dilindungi di rumah.

Dalam Islam, baik atau buruk karakter seorang anak terbentuk ketika si bayi masih berada didalam kandungan. Bapak Eric Darwin Ph.D mengatakan ketika si bayi lahir.

Semoga seluruh orang Indonesia yang menetap di pulau 1, 2, 3.... atau etnis X, W, Z... berkarakter bagaikan gentleman dan ladylike semua.
Semoga ketidak berbiadaban kita dalam berbahasa yang diikuti meletusnya Mei'98 di pulau Jawa, cukup menjadi pelajaran yang mahal dan tidak mungkin terbelikan kembali.
www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1998/05/12/0007.html


__________________________



BERBAHASALAH DENGAN SOPAN SANTUN

Oleh KARNITA, S.Pd.

BAHASA menunjukkan cerminan pribadi seseorang. Karakter, watak, atau pribadi seseorang dapat diidentifikasi dari perkataan yang ia ucapkan. Penggunaan bahasa yang lemah lembut, sopan, santun, sistematis, teratur, jelas, dan lugas mencerminkan pribadi penuturnya berbudi. Sebaliknya, melalui penggunaan bahasa yang sarkasme, menghujat, memaki, memfitnah, mendiskreditkan, memprovokasi, mengejek, atau melecehkan, akan mencitrakan pribadi yang tak berbudi.

Tepatlah bunyi peribahasa, "bahasa menunjukkan bangsa". Bagaimanakah sebenarnya tingkat peradaban dan jati diri bangsa tersebut? Apakah ia termasuk bangsa yang ramah, bersahabat, santun, damai, dan menyenangkan? Ataukah sebaliknya, ia termasuk bangsa yang senang menebar bibit-bibit kebencian, menebar permusuhan, suka menyakiti, bersikap arogan, dan suka menang sendiri.

Bahasa memang memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional. Begitu pentingnya bahasa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu suatu kebijakan yang berimplikasi pada pembinaan dan pembelajaran di lembaga pendidikan. Salah satu bentuk pembinaan yang dianggap paling strategis adalah pembelajaran bahasa Indonesia, bahasa Sunda, bahasa Jawa, dan bahasa lainnya di sekolah. Dalam KTSP, bahasa Indonesia termasuk dalam kelompok mata pelajaran estetika. Kelompok ini juga merupakan salah satu penyangga dari kelompok agama dan akhlak mulia. Ruang lingkup akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral.

Kelompok mata pelajaran estetika sendiri bertujuan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan itu mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mesyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis.

Tujuan rumpun estetika tersebut dijabarkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang bertujuan agar peserta didiknya memiliki kemampuan antara lain (1) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis dan (2) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. Tujuan tersebut dilakukan dalam aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

Pelajaran bahasa Indonesia telah eksis sejak dulu dari tingkat SD sampai PT. Di SD pelajaran ini mulai diberikan di kelas IV-VI, alokasinya 5 jam per minggu atau 15,63% dari total alokasi jam pembelajaran, SMP 4 jam atau 12,5%, di SMA kelas XI 4 jam atau 10,53%, kelas XI dan XII 4 jam atau 7,69%. Alokasi itu diperkuat lagi dengan pelajaran bahasa Sunda sebanyak 2 jam setiap minggunya. Di PT, bahasa Indonesia termasuk dalam MKDU, minimal 2 SKS. Ini menunjukkan bahwa kedudukannya dalam kurikulum pendidikan formal begitu utama dan strategis.

Ironisnya, eksistensi dan besarnya alokasi jam pelajaran bahasa Indonesia di sekolah saat ini belum memberikan kontribusi dan korelasi yang berarti terhadap tumbuhnya kesadaran penggunaan bahasa secara verbal yang lemah lembut, santun, sopan, sistematis, teratur, mudah dipahami, dan lugas. Pelajaran tersebut harus diakui belum mampu membangun nilai-nilai estetika dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mungkin salah satunya disebabkan pembelajarannya masih bersifat kurang komunikatif, dikotomis, artifisial, verbalistis, dan kognitif.

Kegagalan menanamkan pendidikan nilai melalui pembelajaran bahasa Indonesia ini tercermin pada perilaku berbahasa yang tidak mengindahkan nilai-nilai sopan santun. Kegagalan ini sedikit banyak telah memberi andil pada terjadinya tindak kekerasaan di masyarakat, perseteruan di tingkat elite, dan ikut memengaruhi terjadinya pelecehan terhadap nilai-nilai luhur yang dihormati bersama.

Menurut pakar bahasa, I. Pratama Baryadi dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, terdapat korelasi antara bahasa sebagai lambang yang memiliki fungsi utama sebagai alat komunikasi antarmanusia dengan kekerasan yang merupakan perilaku manusia yang hegemonik-destruktif.

Dua korelasi itu, pertama, bahwa bahasa dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan kekerasan sehingga menimbulkan salah satu jenis kekerasan yang disebut kekerasan verbal. Wujudnya terlihat dalam tindak tutur seperti memaki, membentuk, mengancam, menjelek-jelekkan, mengusir, memfitnah, menyudutkan, mendiskriminasikan, mengintimidasi, menakut-nakuti, memaksa, menghasut, membuat orang malu, menghina, dan lain sebagainya.
Kedua, bahasa yang tidak digunakan sesuai dengan fungsinya akan menjadi pemicu timbulnya kekerasan. Fungsi hakiki bahasa adalah alat komunikasi, alat bekerja sama, dan pewujud nilai-nilai persatuan bagi para pemakainya. Dalam teori percakapan, ada dua prinsip penggunaan bahasa yang wajar-alamiah, yaitu prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan.
Prinsip kerja sama menganjurkan agar komunikasi verbal dilakukan dengan bentuk yang lugas, jelas, isinya benar, dan relevan dengan konteksnya. Prinsip kesopanan menganjurkan agar komunikasi verbal dilakukan dengan sopan, yaitu bijaksana, mudah diterima, murah hati, rendah hati, cocok, dan simpatik.

Sejalan dengan itu, dalam ajaran Islam ada yang disebut dengan dosa lisan. Dalam Q.S. Al Qalam [68]: 10-11), "Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi menghina. Yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah". Larangan itu dipertegas lagi oleh dua hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Hadis pertama berbunyi, "Orang yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, hendaknya berkata baik. Atau, (jika tidak bisa) lebih baik diam". Bunyi hadis kedua, "Orang yang disebut Muslim adalah orang yang bisa menjaga tangannya dan lisannya (dari menyakiti Muslim lain)". Begitulah ajaran agama mengatur etika dan anjuran berbahasa dengan baik dalam lehidupan.

Anjuran tersebut juga relevan dengan pepatah lama yang menyebutkan lidah atau lisan bagaikan pedang. Jika lisan telah mengibaskan ketajaman mata pedangnya di hati, rasa sakit dan lukanya akan berbekas untuk waktu yang lama. Penyimpangan (deviasi) prinsip-prinsip tersebut dapatlah memicu timbulnya kekerasan. Sebagai contoh, berbicara kasar, berbicara saja tanpa tindakan, berbicara bohong, berbicara dengan keras, tidak jelas, menyakitkan, menyinggung perasaan, merendahkan orang lain, dan tidak transparan.

Dalam praktik sehari-hari, perilaku berbahasa yang tidak mengindahkan nilai-nilai dan hakikat fungsi bahasa seperti itu semakin banyak ditemukan di masyarakat kita saat ini. Perilaku yang tidak terpuji ini ironisnya banyak dilakukan di alam reformasi. Apakah ini merupakan cerminan dari euforia demokrasi yang kebablasan. Entah apa. Perilaku berbahasa yang buruk itu dilakukan oleh semua lapisan: golongan bawah, golongan menengah, bahkan elite politik negeri ini. Sindir-menyindir, saling menghujat, provokasi, dan saling mengancam tidak asing terdengar keluar dari mulut para pemimpin.

"Mulutmu harimaumu", itu kata pepatah yang masih tetap relevan. Akibat dari penggunaan bahasa yang tidak terpuji itu kini masyarakat dan elite politik mudah sekali bermusuhan, melakukan tindak anarkis, merusak, dan lain sebagainya.Pendek kata, negeri ini sangat rentan dan rawan dengan konflik-konflik, friksi-friksi, perkelahian, pembunuhan, dan perusakan yang tak berkesudahan.
Dalam rangka reformasi pendidikan, selayaknyalah dipikirkan juga bagaimana sekolah dapat berperan agar anak didik khususnya, dan masyarakat pada umumnya tidak berbahasa untuk melakukan tindakan kekerasan dan tidak memicu kekerasan. Hendaknya anak didik berbahasa Indonesia yang sopan dan beradab, yang berfungsi memelihara serta membangun kerja sama kerukunan.

Beberapa hal yang dapat dipikirkan yaitu pertama, sekolah hendaknya memberi penghargaan yang wajar pada bahasa dan budaya. Kedua, pelajaran bahasa menggunakan pendekatan komunikatif tetap menekankan perlunya kesopanan berbahasa. Ketiga, semua warga sekolah dikondisikan dan disiplinkan untuk berbahasa dengan sopan.
Tentang berhasa yang sopan ini, sangat selaras dengan sabda Rasul yang mulia, "Tidaklah seharusnya orang menyuruh yang makruf da mencegah yang mungkar, kecuali memiliki tiga sifat, yakni lemah lembut dalam menyuruh dan melarang (mencegah), mengerti apa yang harus dilarang, dan adil terhadap apa yang harus dilarang".

Berdemonstrasi menyampaikan tuntutan dan aspirasinya adalah hak setiap orang yang mesti diperjuangkan. Namun penyampaian itu hendaknya disampaikan secara beretika. Aksi-aksi jangan seakan membenarkan atau melegalkan kata-kata sekasar apa pun dilontarkan di depan publik. Stoplah sudah kata-kata yang mengumbar bibit-bibit kebencian, membakar amarah, memancing emosi, mendorong anarkisme, dan menebar provokasi. Hentikan kata-kata yang hanya memancing kericuhan dan bentrokan fisik dengan aparat atau pihak lain. Demikian juga dengan para pemimpin bangsa, hendaknya menjunjung etika berbahasa. Perilaku berbahasa pemimpin bangsa dan elite politik yang kerap menimbulkan perseteruan telah berpengaruh besar pada kehidupan masyarakat di level akar rumput. Semua itu hanya menghabiskan energi dan membuat rakyat semakin menderita.

Momentum Idulfitri yang melambangkan kesucian hati dan peringatan Bulan Bahasa yang dilakukan tiap bulan Oktober ini seyogianya dapat menggugah kesadaran berbahasa dengan sopan dan santun. Bagi dunia pendidikan, pembelajaran bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa lainnya diharapkan mampu menginternalisaikan dan mengartikulasikan nilai-nilai etika berbahasa dalam perilaku verbal kita sehari-hari. Pusat Bahasa yang berotoritas membina dan mengembangkan bahasa hendaknya lebih berperan nyata lagi dalam mendorong masyarakat menggunakan bahasa Indonesia yang santun. Lembaga ini jangan hanya berkutat pada riset-riset dan pembakuan bahasa yang hanya menjadi "menara gading" bagi masyarakatnya.
Karena bahasa mencerminkan pencitraan pribadi, jati diri bangsa, dan keselamatan hidupnya, sejatinya pemimpin bangsa, elite politik, masyarakat, dan setiap diri berupaya menggunakan bahasa dengan sopan, santun, dan beradab. Wallahu a'lam.***

Penulis, guru bahasa dan sastra Indonesia di SMAN 13 Bandung.

http://www.scribd.com/doc/902274/Berbahasalah-dengan-Sopan-dan-Santun