6/28/2008

52*SOPAN SANTUN BAHASA

Sopan santun dalam berkomunikasi baik yang dilakukan seseorang dalam bentuk verbal maupun non-verbal membias kuat kepada si pelakunya. Mulutmu adalah harimaumu, kata peribahasa Indonesia.
Seseorang sering melakukan kesalahan vatal tanpa disadarinya akibat kurang memakai "akal" dan efek negatif yang dibiaskan justru merugikan dirinya sendiri, apalagi dilakukan di depan publik yang ramai, baik dikalangan atas maupun bawah.
Ini benar-benar memalukan.

Merendahkan dan menghina orang lain, tanpa disadarinya dia telah memperlihatkan betapa rendah dan hina si pelakunya. Apalagi yang diikuti timbal balik, akhirnya sama-sama terlihat sama. Ingin populer karena wajahnyanya yang rupawan, malah populernya karakternya yang melawan...

Ini akibatnya kalau tidak ada kontrol diri atau tidak dewasa (premature minded?) dalam bersikap dan mengambil tindakan yang seharusnya menjadi salah satu unsur atau ciri membentuk seseorang berkepribadian manis atau menarik seperti gentleman, ladylike, ladybug, ladybirds.... hehehe...

Biasanya "ladybird" ditujukan untuk kaum adam yang suka berperang dengan kaum hawa hanya hal-hal kecil atau sepele, melalui ucapan, tulisan maupun tindakan seperti menembak tewas seseorang karena cintanya ditolak. Luar biasa macho, atau merasa jantan...!!!
Padahal banyak hal lain agar terlihat hebat (macho atau jantan), seperti menundukkan banteng misalnya.

Disini, juga ditujukan untuk kaum adam yang melakukan hal-hal negative seperti peran sitcom yang pernah kami lakukan dulu sebagai pendatang illegal. "Welcome ladybirds... ", sambut si penjaga pantai kepada kaum adamnya...

Nabi Muhammad SAW sangat terkenal dengan sopan santunnya, justru menjadi pertanyaan kenapa bangsa Arab sekarang begitu kasar dan tidak beradab?
Ketika berperang membela agama bukan berperang melawan kaum hawa, beliau hanya mewajibkannya kepada kaum adam. Sedangkan kaum hawa, orang berusia lanjut dan anak-anak justru dilindungi di rumah.

Dalam Islam, baik atau buruk karakter seorang anak terbentuk ketika si bayi masih berada didalam kandungan. Bapak Eric Darwin Ph.D mengatakan ketika si bayi lahir.

Semoga seluruh orang Indonesia yang menetap di pulau 1, 2, 3.... atau etnis X, W, Z... berkarakter bagaikan gentleman dan ladylike semua.
Semoga ketidak berbiadaban kita dalam berbahasa yang diikuti meletusnya Mei'98 di pulau Jawa, cukup menjadi pelajaran yang mahal dan tidak mungkin terbelikan kembali.
www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1998/05/12/0007.html


__________________________



BERBAHASALAH DENGAN SOPAN SANTUN

Oleh KARNITA, S.Pd.

BAHASA menunjukkan cerminan pribadi seseorang. Karakter, watak, atau pribadi seseorang dapat diidentifikasi dari perkataan yang ia ucapkan. Penggunaan bahasa yang lemah lembut, sopan, santun, sistematis, teratur, jelas, dan lugas mencerminkan pribadi penuturnya berbudi. Sebaliknya, melalui penggunaan bahasa yang sarkasme, menghujat, memaki, memfitnah, mendiskreditkan, memprovokasi, mengejek, atau melecehkan, akan mencitrakan pribadi yang tak berbudi.

Tepatlah bunyi peribahasa, "bahasa menunjukkan bangsa". Bagaimanakah sebenarnya tingkat peradaban dan jati diri bangsa tersebut? Apakah ia termasuk bangsa yang ramah, bersahabat, santun, damai, dan menyenangkan? Ataukah sebaliknya, ia termasuk bangsa yang senang menebar bibit-bibit kebencian, menebar permusuhan, suka menyakiti, bersikap arogan, dan suka menang sendiri.

Bahasa memang memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional. Begitu pentingnya bahasa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu suatu kebijakan yang berimplikasi pada pembinaan dan pembelajaran di lembaga pendidikan. Salah satu bentuk pembinaan yang dianggap paling strategis adalah pembelajaran bahasa Indonesia, bahasa Sunda, bahasa Jawa, dan bahasa lainnya di sekolah. Dalam KTSP, bahasa Indonesia termasuk dalam kelompok mata pelajaran estetika. Kelompok ini juga merupakan salah satu penyangga dari kelompok agama dan akhlak mulia. Ruang lingkup akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral.

Kelompok mata pelajaran estetika sendiri bertujuan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan itu mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mesyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis.

Tujuan rumpun estetika tersebut dijabarkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang bertujuan agar peserta didiknya memiliki kemampuan antara lain (1) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis dan (2) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. Tujuan tersebut dilakukan dalam aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

Pelajaran bahasa Indonesia telah eksis sejak dulu dari tingkat SD sampai PT. Di SD pelajaran ini mulai diberikan di kelas IV-VI, alokasinya 5 jam per minggu atau 15,63% dari total alokasi jam pembelajaran, SMP 4 jam atau 12,5%, di SMA kelas XI 4 jam atau 10,53%, kelas XI dan XII 4 jam atau 7,69%. Alokasi itu diperkuat lagi dengan pelajaran bahasa Sunda sebanyak 2 jam setiap minggunya. Di PT, bahasa Indonesia termasuk dalam MKDU, minimal 2 SKS. Ini menunjukkan bahwa kedudukannya dalam kurikulum pendidikan formal begitu utama dan strategis.

Ironisnya, eksistensi dan besarnya alokasi jam pelajaran bahasa Indonesia di sekolah saat ini belum memberikan kontribusi dan korelasi yang berarti terhadap tumbuhnya kesadaran penggunaan bahasa secara verbal yang lemah lembut, santun, sopan, sistematis, teratur, mudah dipahami, dan lugas. Pelajaran tersebut harus diakui belum mampu membangun nilai-nilai estetika dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mungkin salah satunya disebabkan pembelajarannya masih bersifat kurang komunikatif, dikotomis, artifisial, verbalistis, dan kognitif.

Kegagalan menanamkan pendidikan nilai melalui pembelajaran bahasa Indonesia ini tercermin pada perilaku berbahasa yang tidak mengindahkan nilai-nilai sopan santun. Kegagalan ini sedikit banyak telah memberi andil pada terjadinya tindak kekerasaan di masyarakat, perseteruan di tingkat elite, dan ikut memengaruhi terjadinya pelecehan terhadap nilai-nilai luhur yang dihormati bersama.

Menurut pakar bahasa, I. Pratama Baryadi dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, terdapat korelasi antara bahasa sebagai lambang yang memiliki fungsi utama sebagai alat komunikasi antarmanusia dengan kekerasan yang merupakan perilaku manusia yang hegemonik-destruktif.

Dua korelasi itu, pertama, bahwa bahasa dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan kekerasan sehingga menimbulkan salah satu jenis kekerasan yang disebut kekerasan verbal. Wujudnya terlihat dalam tindak tutur seperti memaki, membentuk, mengancam, menjelek-jelekkan, mengusir, memfitnah, menyudutkan, mendiskriminasikan, mengintimidasi, menakut-nakuti, memaksa, menghasut, membuat orang malu, menghina, dan lain sebagainya.
Kedua, bahasa yang tidak digunakan sesuai dengan fungsinya akan menjadi pemicu timbulnya kekerasan. Fungsi hakiki bahasa adalah alat komunikasi, alat bekerja sama, dan pewujud nilai-nilai persatuan bagi para pemakainya. Dalam teori percakapan, ada dua prinsip penggunaan bahasa yang wajar-alamiah, yaitu prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan.
Prinsip kerja sama menganjurkan agar komunikasi verbal dilakukan dengan bentuk yang lugas, jelas, isinya benar, dan relevan dengan konteksnya. Prinsip kesopanan menganjurkan agar komunikasi verbal dilakukan dengan sopan, yaitu bijaksana, mudah diterima, murah hati, rendah hati, cocok, dan simpatik.

Sejalan dengan itu, dalam ajaran Islam ada yang disebut dengan dosa lisan. Dalam Q.S. Al Qalam [68]: 10-11), "Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi menghina. Yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah". Larangan itu dipertegas lagi oleh dua hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Hadis pertama berbunyi, "Orang yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, hendaknya berkata baik. Atau, (jika tidak bisa) lebih baik diam". Bunyi hadis kedua, "Orang yang disebut Muslim adalah orang yang bisa menjaga tangannya dan lisannya (dari menyakiti Muslim lain)". Begitulah ajaran agama mengatur etika dan anjuran berbahasa dengan baik dalam lehidupan.

Anjuran tersebut juga relevan dengan pepatah lama yang menyebutkan lidah atau lisan bagaikan pedang. Jika lisan telah mengibaskan ketajaman mata pedangnya di hati, rasa sakit dan lukanya akan berbekas untuk waktu yang lama. Penyimpangan (deviasi) prinsip-prinsip tersebut dapatlah memicu timbulnya kekerasan. Sebagai contoh, berbicara kasar, berbicara saja tanpa tindakan, berbicara bohong, berbicara dengan keras, tidak jelas, menyakitkan, menyinggung perasaan, merendahkan orang lain, dan tidak transparan.

Dalam praktik sehari-hari, perilaku berbahasa yang tidak mengindahkan nilai-nilai dan hakikat fungsi bahasa seperti itu semakin banyak ditemukan di masyarakat kita saat ini. Perilaku yang tidak terpuji ini ironisnya banyak dilakukan di alam reformasi. Apakah ini merupakan cerminan dari euforia demokrasi yang kebablasan. Entah apa. Perilaku berbahasa yang buruk itu dilakukan oleh semua lapisan: golongan bawah, golongan menengah, bahkan elite politik negeri ini. Sindir-menyindir, saling menghujat, provokasi, dan saling mengancam tidak asing terdengar keluar dari mulut para pemimpin.

"Mulutmu harimaumu", itu kata pepatah yang masih tetap relevan. Akibat dari penggunaan bahasa yang tidak terpuji itu kini masyarakat dan elite politik mudah sekali bermusuhan, melakukan tindak anarkis, merusak, dan lain sebagainya.Pendek kata, negeri ini sangat rentan dan rawan dengan konflik-konflik, friksi-friksi, perkelahian, pembunuhan, dan perusakan yang tak berkesudahan.
Dalam rangka reformasi pendidikan, selayaknyalah dipikirkan juga bagaimana sekolah dapat berperan agar anak didik khususnya, dan masyarakat pada umumnya tidak berbahasa untuk melakukan tindakan kekerasan dan tidak memicu kekerasan. Hendaknya anak didik berbahasa Indonesia yang sopan dan beradab, yang berfungsi memelihara serta membangun kerja sama kerukunan.

Beberapa hal yang dapat dipikirkan yaitu pertama, sekolah hendaknya memberi penghargaan yang wajar pada bahasa dan budaya. Kedua, pelajaran bahasa menggunakan pendekatan komunikatif tetap menekankan perlunya kesopanan berbahasa. Ketiga, semua warga sekolah dikondisikan dan disiplinkan untuk berbahasa dengan sopan.
Tentang berhasa yang sopan ini, sangat selaras dengan sabda Rasul yang mulia, "Tidaklah seharusnya orang menyuruh yang makruf da mencegah yang mungkar, kecuali memiliki tiga sifat, yakni lemah lembut dalam menyuruh dan melarang (mencegah), mengerti apa yang harus dilarang, dan adil terhadap apa yang harus dilarang".

Berdemonstrasi menyampaikan tuntutan dan aspirasinya adalah hak setiap orang yang mesti diperjuangkan. Namun penyampaian itu hendaknya disampaikan secara beretika. Aksi-aksi jangan seakan membenarkan atau melegalkan kata-kata sekasar apa pun dilontarkan di depan publik. Stoplah sudah kata-kata yang mengumbar bibit-bibit kebencian, membakar amarah, memancing emosi, mendorong anarkisme, dan menebar provokasi. Hentikan kata-kata yang hanya memancing kericuhan dan bentrokan fisik dengan aparat atau pihak lain. Demikian juga dengan para pemimpin bangsa, hendaknya menjunjung etika berbahasa. Perilaku berbahasa pemimpin bangsa dan elite politik yang kerap menimbulkan perseteruan telah berpengaruh besar pada kehidupan masyarakat di level akar rumput. Semua itu hanya menghabiskan energi dan membuat rakyat semakin menderita.

Momentum Idulfitri yang melambangkan kesucian hati dan peringatan Bulan Bahasa yang dilakukan tiap bulan Oktober ini seyogianya dapat menggugah kesadaran berbahasa dengan sopan dan santun. Bagi dunia pendidikan, pembelajaran bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa lainnya diharapkan mampu menginternalisaikan dan mengartikulasikan nilai-nilai etika berbahasa dalam perilaku verbal kita sehari-hari. Pusat Bahasa yang berotoritas membina dan mengembangkan bahasa hendaknya lebih berperan nyata lagi dalam mendorong masyarakat menggunakan bahasa Indonesia yang santun. Lembaga ini jangan hanya berkutat pada riset-riset dan pembakuan bahasa yang hanya menjadi "menara gading" bagi masyarakatnya.
Karena bahasa mencerminkan pencitraan pribadi, jati diri bangsa, dan keselamatan hidupnya, sejatinya pemimpin bangsa, elite politik, masyarakat, dan setiap diri berupaya menggunakan bahasa dengan sopan, santun, dan beradab. Wallahu a'lam.***

Penulis, guru bahasa dan sastra Indonesia di SMAN 13 Bandung.

http://www.scribd.com/doc/902274/Berbahasalah-dengan-Sopan-dan-Santun

6/27/2008

50* LADY


Minggu yang lalu, saya diminta mengirim sebuah paket kecil keluar kota atas permintaan si Boss. Tunggu punya tunggu, si kurir dari perusahaan yang saya telefon tersebut tidak muncul-muncul.
Setelah di-komplain melalui telefon, dengan tidak simpatik si karyawan meminta saya untuk datang ke kantornya yang terletak hanya beberapa puluh meter dari tempat saya bekerja.

Tanpa senyum sedikitpun (karena kecewa)saya menyapa mereka disana dengan sapaan "formal" dan meminta pengantaran dilakukan segera, tetapi si receptionist mengatakan pengantaran selanjutnya dilakukan setelah 2 jam sedangkan si Boss mengiginkan segera. Saya memohon kepadanya bahwa barang itu sangat penting dan meminta agar dikirimkan melalui kenderaan penumpang.

Seseorang yang mungkin adalah si Boss dari perusahaan tersebut tiba-tiba berbicara kepada saya. "Lady... jika anda ingin barang ini dikirim segera, anda bisa meminta langsung kepada si sopirnya di dekat station sana", katanya sopan. Ah... pasti si Bapak ini pernah lama tinggal atau bersekolah di LN pikir saya.

Saya kagum sekali dengan manners-nya tersebut dan itu adalah sepertinya yang ketiga yang pernah saya dapatkan selama tinggal disini. Karena, biasanya sayalah yang sering menggunakan sebutan atau kata ganti orang tersebut untuk clients kami.

Berikut, apa dan siapa "LADY" itu sebenarnya?


A LADY DEFINED

The attributes of a great lady may still be found in the rule of the four S's: Sincerity, Simplicity, Sympathy, and Serenity. - Emily Post Thoughtfulness for others, generosity, modesty and self-respect are the qualities which make a real gentleman or lady. - Thomas H. Huxley

Lady n. ... (corresponding to gentleman, a woman of good family and good manners and some claim to social position; a woman with good manners and refinement in any class of society; a woman of any kind, whether of high or low social position or with or without good manners and refinement. (From the above it will be seen that the word has now become vague in meaning and is better avoided.) ... - The Advanced Learner's Dictionary of Current English, 1957

BEING A LADY !

"And now when everything is made as simple and striking as possible, there probably is no time to develop such a complicated characteristic as "being ladylike" (in its former soulful meaning). ... the former concept "lady" meant also beauty. Not the beauty of features or clothes, but a graceful behavior coming from self-control. A lady is not loud-voiced, her laughter is not shrill, she moves freely and peacefully. Everything in her is beautiful even when she is homely. ...


In the era of competition the ideal of woman has become somewhat hard and "efficient". Perhaps this will be once overcome when a real lady steps forwad, in her refined and composed brilliancy." - Kersti Bergroth, Finnish writer, theosophist

In our modern classless society the word lady is often used just as a synonym to a woman, without any of its previous connotations. Still, Lady Quote would like to see the word lady to retain some of its best connotations, not referring to an upper class in society, but to high-class women in a mental or spiritual sense, to ladies who have manners and kindness of heart, who behave in ladylike fashion, with style and dignity.


*Apakah kita juga layak disebut "lady...?". Hehehe....

http://www.geocities.com/ladyquote

49*ELITE DAN RUANG PUBLIK

10 Mei 2008

Elit dan Ruang Publik
Oleh Agung Y Achmad


PREDIKSI mengenai rendahnya partisipasi masyarakat dalam Pilgub Jateng, yang akan digelar 22 Juni mendatang, pantas dicermati. Gejala ini telah dimulai pada penyelenggaraan pilkada di Kudus dan Pati, yang masing-masing hanya diikuti 53 persen dan 47 persen warga yang memiliki hak pilih (Suara Merdeka, 24 April 2008). Mengapa hal itu terjadi? Beragam jawaban bisa diberikan. Tetapi yang cukup valid adalah sikap putus asa masyarakat terhadap tingkah laku para elite. Rakyat merasa berbagai harapan manis terhadap sistem demokrasi pupus bersamaan dengan munculnya ’’pesta’’ (korupsi, nepotisme dan kolusi) di tingkat elite. Untuk apa memilih pemimpin baru jika pada akhirnya para elit tidak mampu membawa perubahan yang lebih baik. Demikian kira-kira suara-suara dari akar rumput.

Dus, inilah saatnya bagi elite untuk merendah, mengerti, dan berempati kepada pemilik hakiki kekuasaan, yakni rakyat. Berikan ruang lebih luas kepada rakyat untuk mengambil peranan, sehingga mereka dengan suka rela berpartisipasi di dalam proses politik. Dalam wacana demokrasi, hal ini disebut sebagai ruang publik (public sphere). Sikap-sikap etis elite ini harus tercermin pada proses komunikasi politik para kandidat selama kampanye, kelak. Komunikasi BurukSeperti sering kita saksikan, para kandidat kepala daerah sering berorasi mengobral janji manis di depan massa pendukungnya saat kampanye. Di pasar-pasar, misalnya, banyak aksi yang mereka lakukan. Boleh jadi, hal itu merupakan pengalaman pertama kali mereka sepanjang hidupnya, seperti menggendong dan menciumi anak kecil, atau aksi beli cabe dan aneka barang lainnya. Semua ini sekadar meyakinkan bahwa ia adalah kandidat yang dekat dengan pedagang kecil (baca: rakyat). Benarkah? Apakah itu tak lebih dari sekadar tebar pesona?

Kunjungan seorang politisi ke pasar sebagai ajang kampanye tentu saja bagus. Acara ’’merakyat’’ seperti itu akan lebih substansif apabila sang kandidat memiliki argumen yang benar mengenai mengapa harga cabe keriting per kilogram jatuh pada nominal tertentu. Ia juga tahu berapa besar upah yang diterima kuli, buruh pasar, atau petani sayur. Ia tahu nasib pedagang akibat kebijakan-kebijakan pemerintah selama ini, dan seterusnya. Jadi, bukan sekadar tahu daftar harga barang (karena sebelumnya sudah dihafalkan!).

Para elite selama ini tidak cukup peka dan cerdas memanfaatkan kesempatan bertemu dengan akar rumput. Ketidakpekaan itu tercermin dalam melakukan komunikasi nonverbalnya. Sebut saja ketidaktepatan dalam pemilihan kostum yang dikenakannya. Dengan gaya ’’pede’’, para kandidat datang ke pasar-pasar tradisional dengan mengenakan kostum batik sebagaimana kehadirannya di acara resmi. Terkadang memakai safari necis, atau kemeja lengan panjang dan berdasi, yang tentu berharga mahal untuk menyapa masyarakat bawah. Penampilan semacam ini jelas merupakan penghalang bagi para kandidat (atau memang tak berkemauan ?) sebelum masuk lebih jauh hingga ke titik yang substansif. Bagaimana komunikasi dapat berlangsung apabila mereka telah menciptakan jarak psikologis dengan para calon pemilihnya?

Bukan hanya memunculkan jarak emosional, pemilihan kostum elite seperti ini bisa-bisa malah diartikan publik sebagai bentuk penghinaan secara kategoris terhadap lapisan sosial bawah. Kenapa seorang calon kepala daerah, misalnya, tidak mengenakan pakaian lengan panjang yang dilinting? Sebagai calon publik figur, soal pilihan kostum seperti ini tak bisa dipandang sebagai tampilan belaka. Di balik singsingan lengan baju itu terpancar makna simbolik, bahwa sang kandidat telah siap bajunya kotor terkena debu, bau amis, dan ikhlas berkeringat, sebagaimana kebanyakan warga sipil di pasar. Penampilan empati seperti ini, meski tidak mutlak, merupakan prakondisi yang diperlukan di dalam suatu komunikasi (politik) yang efektif.

Menyelami Masyarakat

Hal itu berbeda jauh dengan apa yang dilakukan Presiden George W Bush saat ia tengah menuai kecaman keras masyarakat AS, bahkan dunia, akibat kebijakan invasi ke Irak tahun 2003. Sang Presiden mendatangi markas tentara dan mengajak para serdadu bernyanyi serta bertepuk tangan penuh riang. Di sana, Bush berorasi membangkitkan semangat nasionalisme.

Bagaimana dengan penampilan Bush?

Ia membuka kancing baju teratas, juga mengendurkan dasinya. Ia juga berkeliling menyapa serta menyalami para tentara dengan genggaman tangan yang mantap. Orang boleh saja tidak bersepakat soal kebijakan Gedung Putih tentang invasi Amerika terhadap Irak yang kontraversial itu, yang sarat dengan motif-motif tertentu yang tidak bisa diterima standar etika masyarakat internasional. Namun apa yang ditunjukkan Bush merupakan ekspresi yang diperlukan dan niscaya bagi keberadaan seorang pemimpin atau elite di ruang publik. Sebab ruang publik di dalam dinamika demokrasi sama pentingnya dengan rapat-rapat resmi dewan.

Kalau ditilik dari pemikiran Habermas tentang public sphere, kehadiran elite atau pemimpin di ruang publik mesti dilakukan untuk mencapai pembentukan opini dan kehendak (opinion and will formation) serta mewakili kepentingan umum.Meskipun tetap saja kunjungan itu bersifat resmi, sang pemimpin harus bisa menyelami situasi kejiwaan masyarakat, yang pada taraf tertentu bisa dianggap mewakili warga secara keseluruhan. Dari sana komunikasi politik bisa dilakukan dengan mulus. Banyak politisi di negeri ini tidak piawai memanfaatkan public sphere sebagai wahana komunikasi antara lembaga-lembaga politik dan akar rumput. Mereka telah sedemikian jauh memaknai politik sebagai who gets what and when, sehingga rakyat tak dianggap sebagai faktor penting. Bahkan, lebih sedih lagi, banyak elite yang ingin diidentifikasi publik sebagai kalangan atas atau berkelas ningrat. Maka, wajar apabila aspirasi rakyat selalu gagal dipahami banyak elite.(32)

–– Agung Y Achmad, editor, peminat bidang komunikasi politik, tinggal di Jakarta.

http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=12845

____________________________
* Ayah saya selalu mencomot dasinya setiap kali singgah dipasar/shopping centre dalam perjalanan pulang ke rumah, semasa bekerja di negara tetangga.
Kata beliau, "tidak bagus diliat orang".
Seorang Sufi memang berbeda dari orang kebanyakan, jauh dari barang-barang yang "wah atau exclusive".
Orang-orang bilang kepada saya,"Your father is a Great man". Dan beliau sendiri pernah bercerita kepada saya jika mereka (Ayah dan Ibu) datang ke KBRI seperti untuk melaksanakan acara keagamaan bersama dengan para elite dan professional dari Indonesia lainnya di bulan Ramadhan, orang-orang yang melihat langsung semua pada diam...
Saya juga pernah menyaksikannya sendiri, heran euy...

6/26/2008

48*FOOT MASSAGE

Mendeteksi berbagai macam penyakit melalui foot massage.



(Foto. Pabloskysystem)

Gambaran susunan syaraf pada bagian telapak kaki.

6/23/2008

47*PENDOSA

I'tiraf - Hadad Alwi





Lyric didalam Nasheednya antara lain berbunyi:
Dosa-dosaku
bagaikan butiran pasir dipantai... (sangking banyaknya)
Wow... Indah sekali!

Inilah contoh salah satu umat yang semakin berisi semakin membumi atau merunduk. Bertentangan dengan kebanyakan umat yang lain yang tadinya datang dari setetes air mani yang hina, tiba-tiba ia menjadi seorang penantang yang nyata. (Al-Qur'an).

Ah, jadi ingat tulisan seorang pendakwah di harian sebuah surat kabar online kolom Hikmah. Katanya, "Diceritakan seseorang yang gemetar ketakutan ketika menemui Rasulullah yang dipersepsikan sebagai raja diraja. Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh hina engkau.
Sesungguhnya, aku bukanlah seorang raja. Aku hanyalah anak seorang wanita yang memakan dendeng di Makkah".

Sungguh Agung dan Mulianya engkau wahai Nabiku...

Kembali ke lyric diatas, dan... bagaimana pula dengan dosa-dosaku hari ini, tadi pagi atau minggu kemarin? Sempurna dan khusyukkah* Shalatku, Pengajian dan doa-doaku? Cukup dan tepatkah waktunya? Ah... mengerikan sekali!

Manusia adalah makhluk yang lalai dan merugi, mohon tunjukilah kami ke jalan yang lurus...

Hendaknya para pendakwah yang lain juga berhati-hati dalam berdakwah, salah-salah bukan dakwah yang disebarkan melainkan sebaliknya. Misalnya dalam berdakwah menghasut orang lain yang membagi pengalaman hidupnya kepada orang agar jangan mempercayainya, karena belum tentu orangnya seperti apa yang dikatakannya.
Subhanallah angkuhnya! Allah-lah yang maha Tahu, maha Sempurna, maha Indah, maha Kaya dan maha segala-galanya.
Dan juga, tiada satupun bagi-Nya yang menyerupai-Nya.

Ah... inginnya aku bertemu dengan-Nya, mungkinkah?
Insyaallah...

Juga, tidak bernegative thinking atau menuduh sesuatu yang tidak di ketahuinya secara jelas hanya karena melihat sepintas atau mendengar ocehan orang-orang yang tidak bermoral atau tidak berpendidikan. Baiknya kita ikuti atau berkiblat kepada Ulama-Ulama kita yang lebih mengerti dan mengetahui agar wawasan bertambah luas dan ilmu bertambah tinggi.


Pendakwah itu sebaiknya juga dewasa, sejuk (cool), jangan cepat tersinggung dll, sehingga disukai umatnya dan mudah dalam menyampaikan dakwah-dakwahnya.

Wallahu'alam...


_______________________
*Ayahku sering menjelaskan tentang Khusyuk disini adalah ketika melaksanakan shalat, tidak dilakukan seperti ayam yang sedang mencotok umpan atau makanan atau pula pingkui (jungkir balik) hehehe... sehingga bacaanya dapat difahami.


6/21/2008

46*RENUNGAN HARI INI (1)

Dalam Al Qur'an dikatakan bahwa orang-orang kafir (orang yang seperti atau tidak beragama) akan terus berusaha menjatuhkan umat Muslim hingga mau mengikuti mereka. Mereka selalu mencari-cari alasan mengenai umat Muslim, tetapi tidak pernah mengenai dari kalangan mereka sendiri...

______________________
"Sesungguhnya Islam memulai (tersebar) dalam keadaan asing dan akan kembali asing seperti permulaannya, maka beruntunglah orang-orang yang asing. Rasulullah ditanya: siapa mereka wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab: mereka yang shaleh ketika manusia sama-sama rusak, bejat, jauh dari Agama Islam". (HR Tarmizi dan Shahih menurut Albani).

______________________

The Prophet Muhammad SAW said: "The best amongst you is the one who learns the Qur'an and teaches it to others."(Bukhari).

______________________

When the Prophet Muhammad SAW was asked about which act leads people to enter Paradise the most, he replied: " Piety and good manners". (Tarmizi)

______________________


"Barang siapa diantara kamu menyaksikan suatu KEMUNGKARAN, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, apabila tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, dan apabila tidak mampu maka dengan hatinya dan yang demikian itulah selemah-lemah iman".(Muslim).

6/19/2008

45*FROM MY SISTERS' LIPS


By Na'ima B. Robert

Covered from head to toe with only her eyes visible, the sight of a Muslim woman on Western city street rarely fails to provoke a strong reaction.

But have you ever wondered who it is behind the veil and what makes her tick? Ever wondered what her life is really like and whether her dreams, hopes and aspiration differ from yours? "From My Sisiters' Lips" offers a rare glimpse into the lives of a community of women, most of whom are converts to Islam, and invites you to share their joys, sorrows, convictions and faith. When Na'ima B. Robert abandoned her Western lifestyle and embraced Islam a few years ago, it was not a decision taken lightly. Yet, soon after she took her first tentative steps towards covering, she felt empowered: no longer judged on physical appearences alone, no longer seeking the approval to feel beautiful - or using her looks to wield power over men- the experience effected her greatly.

"From My Sisters' Lips" offers a glimpse into the lives of just some of the extraordinary women who, like herself, have choosen to live behind the veil. What emerges is a vivid and intimate portrait of a sisterhood; as they speak candidly and with conviction on a diverse range of subjects ranging from marriage to motherhood, stereotypes, submission and self-image.

*The Cyprus Mail

6/17/2008

44* VISIT APHRODITE ISLAND - Part. 2

Lemesos, and the area immediately around it, is home to enough cultural treasures to keep you occupied for a few days. In the heart of the city itself you’ll find the Cyprus Mediaeval Museum, housed in the imposing mediaeval fort where, in 1191, Richard the Lionheart married Berengaria of Navarre and crowned her Queen of England. Some 19 kilometres west of Lemesos, is Kourion, one of the most impressive archaeological sites not just in Cyprus but in the entire Mediterranean.


KOURION SANCTUARY OF APOLLO HYLATES





Limassol Beach


Aphrodite emerged from the gentle waves near Pafos, on the island’s western coast, and made her home in this region. Pafos itself is a leading cultural centre of the Mediterranean, with fascinating mosaics to see at the Houses of Aion and Dionysos, St. Paul’s Pillar, the Tombs of the Kings and more. The whole town is on the UNESCO World Heritage List.




Aphrodite Birth Place, Paphos


Lefkosia, the capital of Cyprus, and also the last divided capital of Europe, is home to lavishly decorated churches and the island’s foremost museums. Among them are the Cyprus Archaeological Museum, the Ethnographic Museum , the Byzantine Museum, the Museum of the National Struggle, the State Gallery of Contemporary Art, and the House of Chatzigeorgakis Kornesios. The old walled city of Lefkosia is unique and definitely the place to head for first. Encircled by strong fortress walls built by the Venetians in the 16th century, the enchanting old city is scattered with buildings and monuments of historical interest as well as shops, cafes and tavernas. Its pedestrian section, "Laiki Geitonia", has been carefully renovated to evoke the atmoshphere of past days. In the countryside you’ll find ruins of the ancient city kingdoms of Idalion and Tamasos near the villages of Dali and Politiko respectively. One may also visit the Fikardou village which has been declared as a monument and was awarded the Europa Nostra award in 1987. Nicosia, (Lefcosia), the capital of Cyprus, one of the oldest cities in our part of the world, today is a sophisticated and cosmopolitan place in the Eastern Mediterranean, rich in history and culture and combines its historic past with the amenities of a modern city.






The heart of the city (old Nicosia), within the 16 th century Venetian walls


Old Nicosia, Laiki Gitonia



St. Lazarus, Larnaca

Mount. Troodos in winter



http://www.cypruspictures.net/



6/11/2008

43*PENCINTA BOLA DAN KAUM SUFI








http://www.serambinews.com/old/index.php?aksi=bacaopini&opinid=1640



* Nga boleh di copy-paste, di print-scan aja bolehkan?

Banyak jalan ke surga, siapa takutttttttt....!!!


6/02/2008

42*VISIT INDONESIA - Part 1

Kerkoff. (Doc. Serambi)

WAR MEMORIAL OF KERKOFF
Peucut kerkoff is the burial place of the Dutch soldiers who died in the Acehnese War. About 2,200 soldier were buried in this graveyard including the General Kohler.
TOBA LAKE

Lake Toba is the largest inland water body of Southeast Asia, it is 87km long and 31km across at its widest point and Klaudia estimated it to be 10 times the size of here native Wörthersee, which already appears large to her. It was formed 75,000 years ago after a massive volcanic explosion, which was so violent that scientists believe it could have triggered the onset of the last ice age. The fact that Lake Toba’s water is quite warm despite its depth (up to 529m) leads one to assume that there must be some hot underwater, which is not out of place in a region studded with volcanoes. Right in the middle of Lake Toba lies Samosir Island, which can which can be
reached by road at its western side - strictly speaking it is not an island because it is connected to the mainland there - and by ferry from Parapat on the eastern side. It is by far not a small place that you could easily cross and discover on foot being 40km long and 20km wide!





JAKARTA


Consisting of more than 17,000 islands, the vast Indonesian archipelago spans 5,120 km across the equator, positioned between the Asian and Australian continents. Four-fifths of the area is sea with the major islands of Sumatera, Java, Kalimantan, Sulawesi and Papua. The 300 ethnic groups that exist harmoniously give birth to a potpourri of cultures and fascinating people.










Indonesia has around 300 ethnic groups, each with cultural differences developed over centuries, and influenced by Indian, Arabic, Chinese, Malay, and European sources. Traditional Javanese and Balinese dances, for example, contain aspects of Hindu culture and mythology, as do wayang kulit (shadow puppet) performances. Textiles such as batik, ikat and songket are created across Indonesia in styles that vary by region. The most dominant influences on Indonesian architecture have traditionally been Indian; however, Chinese, Arab, and European architectural influences have been significant. The most popular sports in Indonesia are badminton and football; Liga Indonesia is the country's premier football club league. Traditional sports include sepak takraw, and bull racing in Madura. In areas with a history of tribal warfare, mock fighting contests are held, such as, caci in Flores, and pasola in Sumba. Pencak Silat is an Indonesian martial art.


Jakarta is a bustling metropolis city, offering all kinds of atractions, from museums, art and antique markets, first class shopping to accomodations, food and a wide variety of cultural activities. The culture and traditions of Jakarta, specially the heritage buildings are well preserved and worth visit.


BALI



Bali is so picturesque that you could be fooled into thinking it was a painted backdrop: rice paddies trip down hillsides like giant steps, volcanoes soar through the clouds, the forests are lush and tropical, and the beaches are lapped by the warm waters of the Indian Ocean.


Recent tragic events have scared away many of those who simply saw Bali as a place for cheap beer. While the Bintang is still tasty and plentiful, Bali's temples, ceremonies, beaches, mountains and passion for life are undiminished and more easily enjoyed than ever.

http://www.lonelyplanet.com/worldguide/indonesia/bali/

41*VISIT APHRODITE ISLAND - Part.1

Aphrodite
Goddes of Love and Beauty (Greek mythology).


Smell the jasmine and the wild thyme.


Taste one of oldest wines
of the world.
Walk in the pine scented forests,
or ski on the snowy peaks in the morning.

Take a dip in the warm blue waters
of the Mediterranean Sea in the afternoon.

Wonder at Greek temples, Byzantine churches
and ancient artefacts thousands of years old.
Larnaca Seafront
Play around of golf, go cycling, or take up a new sport.

Feel at one with nature, or dance the night away.
Look beyond sun and sea....





















Limassol Beach





















A village in Troodos Mountain

Both Christianity and Islam have revered religious sites in Larnaca. The Mosque of Hala Sultan Tekke, built in honour of the Prophet Muhammad's aunt, who died here after falling from her horse, is important place of Moslem pilgrimage. Its minarate rises up amidst a copse of tall palm and cypress tree, shimmering like an oasis mirage on the edge of the salt lake, a favourite winter habitat for flamingoes and other migratory birds.

Sultan Tekke Mosque, Larnaca



A lonely Church on the top of the hill.
*CTO Book