1/16/2008

14*35 HARI TERAPUNG DILAUT..

16/01/2008 09:05 WIB
35 Hari Terapung di Laut Lepas

[ rubrik: Serambi topik: Aktifitas Masyarakat ]

LIMA nelayan Banda Aceh yang hilang sejak awal Desember 2007, Senin (14/1) lalu ditemukan awak KM Bima terapung-apung di dekat karang Nurami, kawasan laut bebas (Zona Ekonomi Eksklusif) di atas perairan Sabang ke arah India. Mereka sempat pasrah ketika boat yang rusak itu diseret arus sejauh 300 mil dari Pulau Rondo, pulau paling barat Indonesia.
Kelima nelayan tersebut masing-masing Pawang M Iqbal (29), Rahmat (24), Zulfikar (24), Nurdin (20), dan Basrizal (25) selaku anak buah kapal (ABK).
Mereka bertolak meninggalkan Pelabuhan Lampulo, Banda Aceh, pada 2 Desember 2007 menggunakan boat KM MMC.

Ketika memasuki hari ketujuh perburuan mereka memancing hiu di laut bebas, tiba-tiba pada 9 Desember, alat start dinamo mesin boat itu rusak. Pawang Iqbal berupaya memperbaikinya, tapi gagal. Mereka akhirnya membiarkan KM MMC terapung-apung tanpa melabuhkan sauhnya selama sebulan lebih.

Setelah berminggu-minggu menunggu datangnya bala bantuan, tiba-tiba melintas sebuah kapal tanker berbendera salahsatu negara di Afrika. Saat itu, sebut Pawang Iqbal, semua mereka yang berada di KM MMC mengangkat apa saja sebagai tanda minta bantuan.

Ada di antara kami yang angkat kuali, periuk nasi, dan kain untuk melambai-lambai ke arah kapal yang lewat. Alhamdulillah, mereka mau merapat. Mereka memberi kami pakaian ABK bermerek Ceres (coklat pemanis kue) warna putih dan hitam yang kualitasnya bagus, sebanyak satu kardus. Juga mereka beri kami beras 10 kilogram plus roti, ungkap Iqbal.
Ketika itu, Pawang Iqbal sempat minta agar diperbolehkan ikut dalam kapal tanker tersebut ke Afrika. Namun, sang kapten tak mengizinkan. Dalam bahasa Inggris mereka katakan tidak bisa membawa nelayan Aceh ke Afrika. Itu sebab, setelah memberi bantuan, mereka langsung berangkat.

Pawang Iqbal dan rekan-rekan yang mulanya sempat ceria karena bantuan datang, langsung lesu dan kecewa, karena ditinggal pergi oleh kapal Afrika. Dalam kepasrahan, mereka kembali terkatung-katung di tengah laut lepas.

Beberapa hari kemudian, mereka sempat melihat polisi laut India yang sedang patroli sekitar 40 meter dari mereka. Kebetulan kami masih di kawasan ZEE, jadi tidak ditangkap. Kami minta tolong, tapi polisi India itu tak peduli dan malah kembali ke negaranya, cerita Iqbal.
Selain patroli polisi India, boat mereka yang terapung-apung itu juga sempat dikuntit oleh tiga pesawat kecil. Iqbal memperkirakan pesawat itu milik Sri Langka, sebab saat itu boat mereka kemungkinan besar sudah mendekati perbatasan wilayah Sri Langka, meski masih berada di ZEE.

Untunglah di tengah kepasrahan itu stok beras dan air bersih masih ada. Untuk lauk, mereka tak perlu repot, karena sedang berada di laut. Setiap hari mereka memancing ikan secukupnya untuk makan pagi, siang, dan malam. Kalau sudah masuk waktu makan, kami angkat satu pancing yang sudah ada ikan untuk dimasak. Begitu setiap harinya, ungkap Rahmat.
Dalam suasana terapung-apung itu mereka sempat berpapasan dengan KM Mellois atau KM Doa Bersama yang juga asal Aceh. Namun, selama sepekan terakhir menjelang mereka ditemukan oleh awak KM Bima, kedua boat tersebut
tak lagi kelihatan.

Diperkirakan, boat tersebut bersama KM Jasa Famili yang berangkat November 2007 telah masuk ke perairan India dan kemungkinan besar sudah ditangkap oleh polisi laut India. Kami duga boat tersebut sudah masuk ke wilayah India dan ditangkap polisi di sana, kata Basrizal yang mengaku pernah ditahan di Pulau Andaman, India.

Setelah 35 hari terapung-apung, Senin (14/1) siang lalu, KM Bima asal Banda Aceh yang juga hendak mencari hiu di laut bebas kebetulan melihat lambaian awak boat KM MMC yang sedang meminta pertolongan. Mereka spontan memberi bantuan. Namun, mereka tak langsung pulang, melainkan masih terus mencari ikan satu malam lagi. Setelah mendapat 12 ekor ikan hiu, barulah awak KM Bima kembali dengan menggandeng KM MMC menuju daratan.
Kami menemukan mereka setelah 14 jam belayar dari Pelabuhan Lampulo. Mereka terapung-apung di pantai karang Nurami, masih di laut bebas. Setelah kami tolong, pada Selasa (15/1) sekitar pukul 09.00 WIB mereka tiba di Lampulo Banda Aceh, ungkap Nurdin, pawang KM Bima.

Sempat diperas
Menjelang kepulangan mereka ke daratan, pada Senin (14/1) pemilik boat KM MMC dan tauke bangku, sempat ditelepon oleh sejumlah orang yang mengatasnamakan Ketua Panglima Laot Aceh, HT Bustamam. Ada pula yang mengaku dari Mabes Polri, Jakarta. Tapi semua itu hanya bohong belaka.

Para penelepon malah meminta dikirimi pulsa, karena mereka mengaku sudah menghabiskan pulsa telepon genggam saat berkomunikasi terkait kepulangan para nelayan yang hanyut itu.
Meski sangat hati-hati, tauke bangku KM MMC sempat juga mengirim pulsa senilai Rp 50.000, karena didesak terus oleh si penelepon yang menuntut ongkos komunikasi .
Terhadap permainan sejumlah orang yang memanfaatkan situasi untuk meraih keuntungan itu, Sekjen Panglima Laot Aceh, M Adli Abdullah, mengatakan hal itu mestinya tak perlu ditanggapi. Saat mereka minta uang, saya bilang jangan kasih, sebab itu penipuan. Tapi lepas juga selembar voucher tauke bangku ke pihak penelepon. Ini gaya lama yang kini muncul lagi, ungkap M Adli. Nah, ternyata tetap saja ada orang yang memancing di air keruh, mencari kesempatan dalam kesempitan. (helmi hass)

No comments: