Nani-EU: 32*KOK GURU DISAMAKAN MONYET

4/10/2008

32*KOK GURU DISAMAKAN MONYET

Penulis: Edi Saputra HS, S.Pd
10/04/2008

Kok Guru Disamakan Monyet

Membaca samakan guru dengan monyet, begitu Serambi (6/4/2008) sebagaimana pernyataan wali murid SDN 21 Lhokseumawe. Saya selaku guru, merasa sangat kecewa dan mendukung tuntutan dari PGRI Aceh Selatan menuntut wali murid yang telah mengeluarkan pernyataan menyelecehkan guru, untuk membuat permohonan maaf di media selama enam hari berturut-turut.

Saya juga menyarankan PGRI yang ada di Kabupaten/kota, mendukung, karena pernyataan wali murid itu sebagai pelecehan terhadap guru. Guru khususnya di Aceh Selatan akan menggelar hari duka atau tidak mengajar sehari penuh. Kita guru sekali-kali harus mengajarkan wali murid yang tak bermoral itu yang menghina profesi guru.

Kalau kami ini sama dengan monyet, maka berarti seluruh anak negeri ini yang telah menjadi pemimpin mulai Kepala Desa sampai ke Presiden adalah murid para monyet, dan diajarkan oleh monyet. Karenaya, saya menyarankan kepada Gubernur dan Ketua Organisasi Guru untuk menyelesaikan dan menindak mereka yang menghina guru. Terima kasih atas dimuatnya surat ini.

http://www.serambinews.com/old/index.php?aksi=bacadroe&dkdid=970

_______________________________

** Hihihi... yang sama dengan monyet itu kan Oom Darwin, ya nga Oom!!!

No comments:

Subscribe to: Post Comments (Atom)

Renungan diri...

Hidupku adalah indah dan penuh warna - sekalipun gajiku tidak cukup hiks....
Alhamdulillah, atas segala yang diberikan oleh-Nya kepadaku, baik suka maupun duka.

Mencoba untuk realis dan idealis, ternyata tidak semudah dalam pelaksanaannya. Banyak sandungan yang kuterima dalam menjalani hidupku sehari-hari baik yang datang dari kaum Muslim sendiri maupun kaum Non-Muslim, di dalam dan di luar negeri.

Sulitnya lagi, yaitu ketika menghadapi kaumku sendiri. Seringkali kebenaran tenggelam dalam "kebablasan". Mereka membenamkan kebenaran demi dunia. Malah seringnya dunia dan akhirat diaduk menjadi satu. Sedihnya lagi, yang Muslimpun enggan memperlihatkan Identitas Diri kepada khalayak umum, dikarenakan takut akan dijauhi oleh yang lainnya. Menyedihkan sekali!
Apalagi itu dilakukan oleh masyarakatku sendiri, yaitu masyarakat Indonesia. Dimana masyarakat Muslim-nya jauh lebih banyak dari pada kaum Non-Muslim.

Pengalamanku di luar negeri, ketika kuperlihatkan ID-ku kepada mereka dan berkata, "maafkan saya". Mereka menjawab, "no problem, we are all the same...". Nah...

Bagiku pribadi, memperlihatkan ID adalah untuk memperkenalkan diri agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam berkomunikasi. Para non Muslim biasanya akan berhati-hati dalam berbicara yang tidak pantas diucapkan didepan kaum Muslim agar tidak terjadi perselisihan dan perseteruan.

Begitupun dengan hal makanan, mereka dengan senang hati menerima penolakan dalam ajakan yang menyangkut dengan makanan non-halal dan mau mengerti alasan-alasannya kenapa.

Aku menikmati sekali kehidupanku, di dalam maupun di luar negeri. Dalam pergaulanpun aku selalu memilih mereka-mereka yang berilmu dan dengan senang sekali kalau digurui sehingga sedikit banyak ada ilmu-ilmu mereka yang dapat dicuri...

Aneh juga rasanya, ada masyarakat Indonesia yang bangga dengan ketidak berpendidikannya atau enggan untuk digurui... mungkinkah karena ilmu mereka yang sudah sedemikian tinggi bak para profesor?

Hanya orang bodohlah yang tidak ingin memiliki ilmu, seharusnya kita belajar hingga ke akhirnya, kapan? Yaitu, ketika si Roh pergi meninggalkan Jasad...

Belajar... bergaullah dengan mereka yang terpelajar, buku, media massa dsb... kalaupun perlu dan memungkinkan... ber-sekolah kembali.

Justru kadang-kadang kebablasan datang dari mereka yang berpendidikan, terutama dari mereka yang tinggal di luar negeri atau yang menikah dengan orang asing yang menemukan Identitas Baru. Ada yang merasa seakan-akan "I'm the best dan mencari perhatian agar dikenal oleh semua orang". Lalu, membuka diri dengan segala pernak-pernik exclusive untuk dipamerkan kepada orang-orang yang tidak dikenal disetiap kesempatan, dan bercerita diri atau bangga diri (Ujub) yang berlebihan bagaikan kacang yang lupa kulit, padahal apa yang diperoleh belum seberapa dibandingkan dengan orang lain, atau si pemberi Nikmat yaitu Allah yang Maha Kaya.

Justru dengan berendah hati (Tawadhu') akan memberi kesan seseorang yang tau bersyukur akan kenikmatan yang akhirnya didapat atau diperoleh dari-Nya, dan juga ditinggikan derajatnya di dunia.

Insyaallah ...

Chatting: