7/12/2010

* ACEH DIBAWAH PEMERINTAH TALIBAN GAM

Mon, Jul 12th 2010, 08:32
Wakil Rakyat jangan Kasar


Salam Serambi
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Kadisperindakop) Lhokseumawe, Drs Ridwan Alamsyah MM, terpaksa dirawat di Rumah Sakit Kesrem, karena dihajar Jamaluddin, anggota DPRK Lhokseumawe dari Partai Aceh (PA), Jumat (9/6) sore.Kepala dinas tersebut dipukul di kantornya terkait dana aspirasi yang dituntut Jamaluddin agar segera dicairkan.


Akibat pemukulan itu, bagian bawah mata korban bengkak, pandangannya mendadak kabur. Sebelum ke luar dari kantor korban, Jamaluddin juga sempat menampar Murniati, Kasubbag Bendahara Disperindagkop Lhokseumawe. Peristiwa yang terjadi di Kota Lhokseumawe itu sungguh membuat hati kita masygul. Kejadian itu tak lain adalah cerminan dari sikap arogan dan pamer kekuatan dari seorang anggota dewan terhormat yang kebetulan dari PA, partai lokal pemenang Pemilu 2009 di Aceh.Berdasarkan laporan korban kepada polisi, insiden itu bermula saat Jamaluddin bersama delapan warga mendatangi Disperindagkop Lhokseumawe.
Saat itu kepala dinas, Ridwan, tak berada di ruang kerjanya. Sementara Jamaluddin mendesak segera dicairkan Rp 245 juta dana aspirasi untuk empat kelompok usaha yang dia rekom.

Karena atasannya tak ada, Murniati yang akhirnya melayani kedatangan Jamaluddin cs. Ia menolak mentransfer uang, karena kelompok yang datang itu hanya menyerahkan rekening pribadi, sedangkan syaratnya haruslah rekening kelompok usaha. Jadi, ia tunda pencairan dana, sampai kelompok yang datang itu bisa menyerahkan nomor rekening milik kelompok.Pada saat ketegangan itu terjadi, Ridwan Alamsyah tiba di ruang Murniati. Ia juga menerangkan hal yang sama kepada Jamaluddin cs. Tapi Jamaluddin tak terima, lalu ia pukul Ridwan di bagian mata, sehingga harus dirawat di rumah sakit. Boleh jadi, Jamaluddin awalnya adalah kombatan Gerakan Aceh Merdeka (petempur GAM). Setelah MoU Helsinki diteken 15 Agustus 2005, ia bertransformasi menjadi politisi. Takdir kemudian mengantarnya terpilih menjadi anggota dewan yang terhormat di Kota Lhokseumawe, mewakili Partai Aceh.

Terus terang, sejak awal banyak pihak yang meragukan mantan petempur mampu bertransformasi sepenuhnya menjadi aktivis partai politik yang baik. Bukan saja soal kecakapan di bidang legislasi, budgetting, dan pengawasan yang hampir tak pernah mereka lakoni pada masa perang, tapi juga tak kalah pentingnya adalah kemampuan dalam mengontrol emosi ketika terpilih menjadi wakil rakyat.

Banyak orang yang awalnya mengimajinasikan bahwa sebagian anggota legislatif yang dulunya terbiasa memegang senjata, bakal kagok alias kelimpungan saat mempraktikkan kehidupan berdemokrasi tanpa kekerasan. Tapi sebagai pranata politik baru di Aceh, Partai Aceh sudah menjawab keraguan itu. Mereka melakukan pembekalan (coaching) politik dan etika bagi setiap politisi PA yang terpilih menjadi wakil rakyat. Mereka siap menjadi politisi santun.

Jadi, kalau ada satu-dua politisi dari PA yang arogan dan “ringan tangan” seperti Bung Jamaluddin di Lhokseumawe itu, sungguh sangat kita sesalkan. Itu berbeda jauh dari kemauan PA secara kepartaian. Maka, kalau ingin tetap disukai konstituen, PA perlu “menjewer” kadernya yang doyan main pukul seperti ini atau jika perlu di-recall sekalian dari partai.

Di sisi lain, polisi hendaklah berlaku tegas dan tak perlu takut menindak politisi kasar seperti ini. Rakyat tidak memerlukan politisi kasar, apalagi yang seenaknya main labrak aturan dengan mengumbar kekerasan. Bukan seperti itu aktor politik dan wajah demokrasi yang kita inginkan saat Aceh damai, saat petempur bermetamorfosis menjadi politisi. Demokrasi kita di masa damai haruslah santun, tanpa kekerasan, dan bermartabat untuk semua.

http://www.serambinews.com/news/view/34645/wakil-rakyat-jangan-kasar

No comments: